Selasa, 29 Mei 2012

Makalah:

Hukum Islam
”KEWARISAN”






       

Oleh
Nama : NARIATI BAKE
Stambuk : A1A3 09122


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
 2012
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

      Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kewarisa” dan dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih mengetahui makna perkawinan menurut pandangan islam. Makalah ini juga sebagai persyaratan tugas pada mata kuliah Hukum Islam .
    Akhir kata semoga bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa, Pelajar, Umum khususnya pada diri saya sendiri  dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa dipergunakan dengan semestinya.
    Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.


                                                                                             Kendari,  Maret  2012

                                                                                                        Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR     
DAFTAR ISI   
BAB I. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang   
1.2    Rumusan Masalah   
1.3    Tujuan dan Manfaat   
BAB II. PEMBAHASAN
1.4    PENGERTIAN HUKUM KEWARISAN   
1.5    HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN WACANA KESEJARAHAN  
1.6     DASAR-DASAR KEWARISAN ISLAM   
1.7    AHLI WARIS DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS  ATAS HARTA PENIGGALAN   
1.8    Klasifikasi ahli waris  

BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan   
3.2 Saran   
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Hukum kewarisan adalah hokum yang mengatur tentang hak  pemilikikan harta peninggalan (tirkah)pewaris, menentukan siapa-siapa  yang berhak  menjad ahli waris dan berapa bagiannya masing –masing (ps. 171 huruf  a.KHI)Dalam terminologi fiqh biasanya dikemukakan pengertian kebahasaan .Hal ini karena kata-kata warasan –asal kata kewarisan –di gunakan dalam al-Quran .karena memang  al-Quranlah dan di rinci dalam sunnah  Rasulullah ,hokum kewarisan islm di bangun. Secara bahasa kata warasa memiliki beberapa arti  yaitu :
    Mengganti (QS.al-Naml ,27 :16)artinya sulaiman menggantikan kenabian dan kerjaan Dawud , serta mewarisi ilmu pengetahuannya .. member (QS.al –zumar,39:74), dan mewarsi (QS. Maryam ,19:6 ). Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.
    Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya Surat An-Nisa’ayat 11:
Artinya: yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-nisa’:11)
    Dapat anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.
    Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga. dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami.
    Sedangkan pengertian terminology, minologi , hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan ,mengetahui bagian yang di terima dari harta peninggalan itu untuk setap yang berhak .Dalam redaksi yang , Hasby Ash Shiddieqy mengemukakan ,hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur  sapa-sapa orang yang mewarisi dan tidak mewaris, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara –cara pembagiannya.berbeda dengan dua  definsi  diatas ,wirjono prodjodikoro menjelaskan,warisan adalah soal apadan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban –kewajiban dan tentang kekayaan seseorang seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Hukum kewarisan, sering di  kenal dengan istilah faraid , bentuk jamak dari kata tunggal faridah ,artinya ketentuan .hal ini karena dalam islam, bagian –bagian warisan yang menjadi ahli waris telah di bakukan dalam al-Qu’ran .
     Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga.

B.    Rumusan masalah
Ada pun rumusan masalah yang kami ambil dari pembahasan antara lain :
1.    Apakah hukum kewarisan islam dan wacana kesejarahan dalah hukum islam?
2.    Bagaiman dasar-dasar kewarisan islam di Indonesia?
3.    Apakah kewajiban ahli waris atas harta peninggalan
4.    Bagaiman klasifikasi ahli wari

C.    Tujuan dan manfaat

Tujuan yang dapat d ambil adalah :

    Apakah pengertian kewarisan
    Bagaiman  hukum kewarisan islam dan wacana kesejarahan
    Bagaiman dasar-dasar kewarisan islam
    Apakah kewajiban ahli waris atas harta peninggalan
    Bagaiman klasifikasi ahli waris

Manfaatnya yang dapat di ambil adalah:

    Mahasiswa dapat memahami pengertian kewarisan
    Mahasiswa dapat mengetahui hukum kewarisan islam dan kesejarahan
    Mahasiswa dapat mengetahui dasar-dasar kewarisan
    Mahasiswa dapat mengetahui kewajiban ahli waris atas harta peninggalan
    Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi ahli waris


BAB II
 PEMBAHASAN

1.1.PENGERTIAN HUKUM KEWARISAN
    Hukum kewarisan adalah hokum yang mengatur tentang hak  pemilikikan harta peninggalan (tirkah)pewaris, menentukan siapa-siapa  yang berhak  menjad ahli waris dan berapa bagiannya masing –masing (ps. 171 huruf  a.KHI)Dalam terminologi fiqh biasanya dikemukakan pengertian kebahasaan .Hal ini karena kata-kata warasan –asal kata kewarisan –di gunakan dalam al-Quran .karena memang  al-Quranlah dan di rinci dalam sunnah  Rasulullah ,hokum kewarisan islm di bangun. Secara bahasa kata warasa memiliki beberapa arti  yaitu :
1.     mengganti (QS.al-Naml ,27 :16)artinya sulaiman menggantikan kenabian dan kerjaan Dawud ,     serta mewarisi ilmu pengetahuannya .
2. member (QS.al –zumar,39:74), dan
3.mewarsi (QS. Maryam ,19:6 ).
    Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya Surat An-Nisa’ayat 11:
Artinya:
“Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-nisa’:11;
    sedangkan pengertian terminology, minologi , hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan ,mengetahui bagian yang di terima dari harta peninggalan itu untuk setap yang berhak .Dalam redaksi yang , Hasby Ash Shiddieqy mengemukakan ,hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur  sapa-sapa orang yang mewarisi dan tidak mewaris, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara –cara pembagiannya.berbeda dengan dua  definsi  diatas ,wirjono prodjodikoro menjelaskan,warisan adalah soal apadan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban –kewajiban dan tentang kekayaan seseorang seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
    Hukum kewarisan, sering di  kenal dengan istilah faraid , bentuk jamak dari kata tunggal faridah ,artinya ketentuan .hal ini karena dalam islam, bagian –bagian warisan yang menjadi ahli waris telah di bakukan dalam al-Qu’ran . Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga Hukum kewarisan dalam islam mendapat perhatian besar.Karena pembagian  warisan sering menimbulkan akibat –akibat dan tidak menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya .Terjadinya kasus kasus gugat waris di pengadilan ,baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri,menunjukan fenomena ini .Bahkan turunnya alQuran yang mengatur pembagian warisan yang menunjukannya bersifat  qat’I al –dalalah adalah merupakan refleksi sejara dari adanya kecenderungan materialistis umat manusia tadi, disamping sebagai rekayasa social terhadap sistem hukum yang berlaku di masyarakat pra-Islam waktu itu.

1.2. HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN WACANA KESEJARAHAN
    Sistem sosial yang berlaku pada masyarakat arab sebelum  islam di warnai dngan kultur badui yang sering di sebut dengan nomad society kebudayaan badui di rancang demi gerakan.mereka melakukannya dengan bangga seraya bersenandung kasida mengumbar pujian bagi para pahlawan dan kejantan kllan (clan)nya memuua peran dan cinta ,merindukan kenimatan anggur .itulah gambaran sepintas budaya masyarakat arab sebelum islam . wajar apa bila kemudian mereka disebut sebagai jahiliah .karena itu eksistensi seseorang di ukur dari kekuatan fisik,dan itu hanya bisa dimainkan oleh kaum laki-laki.Keunggulan dan keterampilan memanggul senjata demi keunggulan klan,menjadi taruhan martabat dan prestise seseorang.
    Sistem demikian member pengaruh yang cukup kuat dalam hukum kewaisan amereka.Konsekuensinya,anak anak baik laki-laki dan terlebih perempuan dilarang mewarisi peninggalan keluarganya.Malahan seperti catatan sejarah,penguburan hadup-hidup anak perempuan,merupakan fakta yang tidak bisa ditutup-tutupi.Kaum perempuan mendapat perlakuan diskriminatif.Kenyataan yang seperti inilah yang akan di hapus oleh islam.Mereka tidak mau menghargai kesederajatan kaum perempuan dengan laki-laki.Bagi mereka kaum perempuan tidak ubahnya dengan barangyang dapat di tukar dan di perjual belikan.Ibn Kasir mengutip riwat Ibn Abbas berikut ini:
    Apabila seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan seorang janda,maka ahli warisnya
    Melemparkan pakaian di depan janda tersebut guna mencegah orang lain mengawininya.Jika janda itu cantik,segeralah di kawininya.Tetapi jika janda tersebut jelek,ditahannya hingga waktunya meninggal,dan kemudian di warisi harta peninggalannya.
    Praktek semacam ini telah mendarah daging dalam masyarakat,bahkan hingga masa awal-awal islam,kebiasaan tersebut hingga terus berlangsung.

Dasar-dasar pewarisan yang berlaku pada masa itu adalah:                                                                                                      
a.    al-Qarabah atau pertalian kerabat.   
                                                                                                                                                       
    Pertalian kerabat di sini tidak berlaku mutlak sepeti ketika islam telah di turunkan.Ahli waris l    elaki yang dewasa saja yang yang biberi hak menerima warisan.Karena merekalah yang secara fisik mampu memainkan senjata menhancurkan musuh.Adapun mereka yang mendapat hak mewarisi adalah:                                                                    
    anak laki-laki
    saudara laki-laki
    Paman
    anak laki-laki paman
Menurut penelitian Muhammad Yusuf Musa praktek seperti tersebut memang benar adanya,namun tidak berlaku secara mutlak.Musa mengemukakan:
Keterangan bahwa wanita dan istri tidak menerima warisan tidak sepenuhnya benar.Ada ketera-ngan lain yang menyebutkan bahwaada kabilah-kabilah tertentu,yang tidak membedakan kdudukan laki-laki dan perempuan.Tradisi yang melarang kaum wanita mewarisi harta peninggalan ahli warisnya hanya terdapat di hijaz (Madinah).Orang pertama-tama membagi  anak-anak perempuan adalah Zu al-Majasid Amin ibnHabib.Ia membagi anak laki-laki dan perempuan.
b.    Al-hilf wa al-mu’aqadah atau janji setia

    Janji setia ditempuh dendan melakukan perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih.Sesorang menyatakan dengan sungguh-sungguhkepada orang lain,untuk saling mewarisi apabila salah satu pihak meninggal.Tujuannya untuk kerja sama, saling menasihati,dan yang paling terpenting adalah memperoleh rasa aman.Rumusan kalimat paerjanjian adalah sebagai berikut:
    Darahku darahmu,pertumpahan darahmu pertumpahan darahku,perjuanganmu perjuanganku, Perangmu adalah perangku, damaiku damaimu, kamu mewarisi hartaku aku mewarisi hartamu kamu di tuntut darahmu karena aku,dan aku di tuntut darahku karena kamu,dan diwajibkan membayar denda sebagai pengganti nyawaku, aku pun diwajibkan membayar denda sebagai pengganti nyawaku akupun diwajibkan sebagai pengganti nyawamu.
c.      Al-Tabanni (adopsi atau pengangkatan atau pengangkatan anak)

    Al-Tabanni atau pengangkatan anak atau sering di sebut adopsi dalam tradisi jahiliah merupakan perbuatan lazim yang telah mengakar dalam masyarakat. Dan kehadiran mereka (anak angkat dimasukkan)dimasukan sebagai keluarga besar bapak angkatnya yang status hukumannya sama dengan anak kandung.
    Sebagai tradisi yang telah membudaya di dalam masyarakat, tradisi adopsi ini tetap berlangsung hingga masa awal-awal Islam diturunkan. Menurut satu sumber, yang di sebutkan HasanainMuhammad Makluf, Nabi Muhamm ad SAW.Pernah mengangkat anak yang bernama  zaid ibn Harisa seorang hamba sahaya yag telah di merdekakan .para sahabat mengangkat,tindakan beliu seperti adat yang lazim berlaku  sebelumnya ,maka di panggillah zaid dengan sebutan zaid ibn muhamad bukan zaid ibn Harisa
    Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Huzifa ketak mengangkat anak ,Salim ibn Ataba para sahabat  memanggilnya dengan panggilan salim ibn abi Huzaifa  . hal ini menunjukan bahwa tradisi adopsi tersebut ,telah menjadi system yang hidup dan berkembang dalam masyarakat .
Hukum kewarisan  masa awal islam
Hukum kewarisan pada masa awal islam  belum mengalami perubahan ini dapat di mengerti,karena sama –sama awal islam prioritas utama ajaranya adalah membina akidah atau keyakinan pemeluknya yaitu mentauhid kan  allah yang esa ini di masud untuk mengoreksi keyakinan mereka yang terseret kedalam kepecayaan sirik atau menyekutukan allah berupa penyembahan patung yang di anataranya di tempatkan di ka’ba.

1.3. DASAR-DASAR KEWARISAN ISLAM
Bangunan hukumkewarisan islam memiliki dasar yang sangat kuat, yaitu ayat-ayat al’Quran yang selain kedudukannya qat’I al –murud , juga qat ‘I al – dalala,meskipun pada dataran tanfiz ( amplikasi )sering  ketentuan baku al –Quran tentang bagian –bagian warisan,mengalami perubahan pada hitungan nominalnya,misalnya kasus radd dan ‘aul , dan sebagainya.
Menurut al-Syatibi , terhadap ketentuan al’Quran yqng yang kandungannya ibadah atau bukan ibadah mahdahyang telah  dirinci dalam al-Quran,seperti hukum kewarisan ,perlu di terimah secara ta’abbudy atau di terimah secara taken for granted . karena ituu realisasinya,apa yang di tegaskan al-Quran di terimah dengan senang hati ,sebagai bukti pematuhan kepada ketentuan – ketentuan allah .


1.4 AHLI WARIS DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS  ATAS HARTA PENIGGALAN
    A. Ahli waris
Ahli waris ada dua macam ,pertama , ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisanya di dasarkan karena hubungan darah ( kekerabatan ).Keduanya  ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya karena suatu sebab,yaitu sebab pernikahan dan kemerdekaan budak, atau menurut sebagian mazhab hanafiyah karena sebab perjanjian ( janji setia ).Dalam rumusan kompilasi ,ahliwaris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan dara atu hubungan perkawinan dengan pewaris, beragam islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (ps.171 huruf c KHI).Dengan demikian ,yang dimaksud ahli waris oleh kompilasi ,adalah mereka yang jelas – jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia , tidak ada halangan untuk ewarisi.
Ada pun yang di maksud dengan pewaris adalah orang pada saat meninggalnya atau yang di nyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama islam ,meninggalkan  ahli waris dan harta peninggalan (ps. 171 huruf b KHI ). Harta peninggalan (tirka ) adalah harta yang di tinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta  benda yang menjadi miliknya maupu hak-haknya(ps. 171 huruf d KHI ). Ini di badakan dengan harta warisan yang siap di bagi waris yaitu harta bawaan di tambah bagian harta bersama stelah di gunakan untuk keperluan pewaris slama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan zenazah (tazhiz), pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat (ps. 171 huruf e KHI).
Di lihat dari bagian yang di terima, atau berhak atau tidaknya mereka menerima warisan, ahli waris di bedakan menjadi tiga:
1.    Ahli waris ashab al-alfurud yaitu ahli waris telah di tentukan bagian-bagiannya, seperti ½, 1/3, dan lain-lain.
2.    Ahli waris ashab al- ‘usubah yaitu ahli waris yang ketentuan baginnya adalah menerima sisa setelah diberikan kepada ashab al-furud, seperti anak laki-laki, ayah, paman dan lain sebegainnya.
3.    Ahli waris Zawi al-arham yaaitu orang yang sebenarnya mempunyai hubungan darah dengan si pewaris, namun karena dalam ketentuan nas tidak diberi bagian, maka mereka tidak berhak, menerima bagian. Kecuali apabila ahli waris yang termasuk ashab al-furud dan ashab al-usabah tidak ada contihnya, cucu perempuan garis perempuan (bint-bint). Dari segi hubungan jauh dekatnya kekerabatan, ahli waris dapat di bedakan menjadi:
•    Ahli waris hajib yaitu ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya menghalangi hak waris ahli waris yag jauh hubungannya. Contohnya, anak laki-laki menjadi penghalang bagi saudara perempuan.
•    Ahli waris mahajub yaitu ahli waris yang jauh hubungan kekerabatannya dan terhalang untuk mewarisi.
Halangan mewarisi karena dekat jauhnya hubungan kekerabatan di sini, bersifat temporer, artinya apabila ahli waris hajib tidak ada, maka ahli waris berikutnya dapat menerima warisan.
1.5  KLASIFIKASI AHLI WARIS

    Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ditinjau dari sebab seseorang menjadi ahli waris ada 2 klasifikasi antara lain sebagai berikut:
1.     Ahli Waris sabbiyah

Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri

2.     Ahli waris Nasabiyah
Yaitu adanya hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal dunia. Waris nasabiyah dibagi 3 kelompok:
a. Ushulul Mayyit : Bapak,Ibu,Nenek,dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas
b. Al-Furu’ul Mayyit : anak,cucu,dan seterusnya sampai kebawah ( garis keturunan kebawah)
c. Al-Hawasyis : Saudara paman, bibi serta anak-anak mereka ( garsi keturunan kesamping)

3.     Furudhul Al-Muqaddarah
       1. ahli waris yang mendapatkan ½
          a. anak perempuan tunggal
          b. cucu perempuan dari anak laki-laki selama tidak ada anak laki-laki
          c. saudara perempuan kandung tunggal
          d. saudara perempuan seayah tunggal bila saudara perempuan kandung tidak ada.
          e. Suami jika istri yang meninggal itu tidak punya anak atau cucu dari anak lakilaki
       2. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4
          a. suami jika istri yang meninggal mempunyai nak atau cucu dari anak laki-laki
          b. istri jika suami yang meninggal dan tidak mempunyai anak
       3. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3
            a. 2 orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
            b. 2 orang cucu perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
            c. 2 orang saudara perempuan kandung atau lebih
            d. 2 orang perempuan seayah atau lebih
       4. Ahli waris yang mendapat 1/3
            a. ibu jika yang meninggal tidak memiliki anak cucu maupun saudara
            b. 2 orang saudara atau lebih seibu




DAFTAR PUSTAKA

Prodojikoro, Wirjono, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1983.
Rofiq, Ahamad, FIqih Mawaris, Jakarta: Rajawali Pers, cet. 1, 1993.
Ash-Shiddieqy ,TM .Hasby ,fiqh wawaris ,Yogyakarta :mudah tt.            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar