Selasa, 29 Mei 2012

HUKUM WARIS ISLAM DI INDONESIA


Pendahuluan
Di negara kita RI ini, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hulum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.
Kita sebagai negara yang telah lama merdeka dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum waris sendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 2 Tahun1974), yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan sessuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di masyarakat.
Karena itu menginggat bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Yang tentunya mengharapkan berlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukum warisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nanti dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yang bersangkutan.
Pembahasan tentang Hukum Waris Islam
Setiap masalah yang dihadapi oleh manusia ada hukumya (wajib, sunat, haram, mubah), di samping ada pula hikmahnya atau motif hukumnya. Namun, hanya sebagian kecil saja masalah-masalah yang telah ditunjukan oleh Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang jelas dan pasti (clear dan fix statement), sedangkan sebagian besar masalah-masalah itu tidak disinggung dalam Al-Qur’an atau sunnah secara eksplisit, atau disinggung tetapi tidak dengan keterangan yang jelas dan pasti.
Hal yang demikian itu tidak berarti Allah dan Rasul-nya lupa atau lengah dalam mengatur syariat Islam tetapi justru itulah menunjukan kebijakan Allah dan Rasul-nya yang sanggat tinggi atau tepat dan merupakan blessing in disguise bagi umat manusia. Sebab masalah-masalah yang belum atau tidak ditunjukkan oleh Al-Qur’an atau sunnah itu diserahkan kepada pemerintah, ulama atau cendekiawan Muslim, dan ahlul hilli wal ‘aqdi (orang-orang yang punya keahlian menganalisa dan memecahkan masalah) untuk melakukan pengkajian atau ijtihad guna menetaplan hukumnya, yang sesuai dengan kemaslahatan masyarakat dan perkemmbangan kemajuannya.
Masalah-masalah yang menyangkut warisan seperti halnya masalah-msalah lain yang dihadpi manusia ada yang sudah dijelaskan permasalahannya dalam Al-Qur’an atau sunnah dengan keterangan yang kongkret, sehingga tidak timbul macam-macam interpretasi, bahkan mencapai ijma’ (konsensus) di kalangan ulama dan umat Islam. Misalnya kedudukan suami istri, bapak, ibu dan anak (lelaki atu perempuan) sebagai ahli waris yang tidak bisa tertutup oleh ahli waris lainnya dan juga hak bagiannya masing-masing.
Selain dari itu masih banyak masalah warisan yang dipersoalkan atau diperselisihkan. Misalnya ahli waris yang hanya terdiri dari dua anak perempuan. Menurut kebanyakan ulama, kedua anak perempuan tersebut mendapat bagian dua pertiga, sedangkan menurut Ibnu Abbas, seorang ahli tafsir terkenal, kedua anak tersebut berhak hanya setengah dari harta pusaka. Demikian pula kedudukan cucu dari anak perempuan sebagai ahli waris, sebagai ahli waris jika melalui garis perempuan, sedangkan menurut syiah, cucu baik melalui garis lelaki maupun garis perempuan sama-sama berhak dalam warisan.
Penyebab timbulnya bermacam-macam pendapat dan fatwa hukum dalam berbagai masalah waris adalah cukup banyak. Tetapi ada dua hal yang menjadi penyebab utamanya, yakni :
Metode dan pendekatan yang digunakan oleh ulama dalam melakukan ijtihad berbeda; dan
Kondisi masyarakat dan waktu kapan ulama melakukan ijtihad juga berbeda.
Hal-hal tersebut itulah yang menyebabkan timbulnya berbagai mazhab atau aliran dalam hukum fiqh Islam, termasuk hukum waris. Maka dengan maksud mempersatukan dan memudahkan umat Islam dalam mencari kitab pegangan hukum Islam, Ibnu Muqqafa (wafat tahun 762 M) menyarankan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur agar disusun sebuah Kitab Hukum Fiqh Islam yang lengkap berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah,dan ra’yu yang sesuai dengan keadilan dan kemaslahatan umat. Khalifah Al-Mansur mendukung gagasan tersebut. Namun gagasan tersebut tak mendapat respon yang positif dari ulama pada waktu itu, karena ulama tak mau memaksakan pahamnya untuk diikuti umat, karena mereka menyadari bahwa hasil ijtihadnya belum tentu benar. Imam Malik juga pernah didesak oleh Khalifah Al-Mansur dan Harun al-Rasyid untuk menyusun sebuah kitab untuk menjadi pegangan umat Islam, karena setiap bangsa atau umat mempunyai pemimpin-pemimpin yang lebih tahu tentang hukum-hukum yang cocok dengan bangsa atau umatnya.
Turki adalah negara Islam yang dapat dipadang sebagai pelopor menyusun UU Hukum Keluarga (1326 H) yang berlaku secara nasional, dan materinya kebanyakan diambil dari maznab Hanafi, yang dianut oleh kebanyakan penduduk Turki.
Di Mesir, pemrintah membentuk sebuah badan resmi terdiri dari para ulama dan ahli hukum yang bertugas menyusun rancangan berbagai undang-undang yang diambil dari hukum fiqh Islam tanpa terikat suatu mazhab dengan memperhatikan kemaslahatan dan kemajuan zaman. Maka dapat dikeluarkan UU Nomor. 26 tahun 1920, UU Nomor 56 tahun 1923, dan UU Nomor 25 Tahun 1929, ketiga UU tersebut mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, nafkah, idah, nasab, mahar, pemeliharaan anak dan sebagainya. Hanya UU pertama yang masih diambil dari mazhab empat, sedangkan UU kedua dan ketiga sudah tidak terikat sama sekali dengan mazhab empat. Misal pasal tentang batas minimal usia kawin dan menjatuhkan talak tiga kali sekaligus hanya diputus jatuh sekali. Kemudian tahun 1926 sidang kabinet atau usul Menteri Kehakiman (Wazirul ‘Adl menurut istilah disana) membentuk sebuah badan yang bertugas menyusun rancangan UU tentang Al-Akhwal al-Syakhsiyyah, UU wakaf, waris, wasiat dan sebagainya. Maka keluarnya UU Nomor 77 Tahun 1942 tentang waris secara lengkap. Di dalam UU waris ini terdapat beberapa ketentuan yang mengubah praktek selama ini. Misalnya saudara si mati (lelaki atau permpuan) tidak terhalang oleh kakek, tetapi mereka bisa mewarisi bersama dengan kakek. Demikian pula pembunuhan yang tak sengaja menggugurkan hak seseorang sebagai ahli waris.
Di Indonesia hingga kini belum pernah tersusun Kitab Hukum Fiqh Islam yang lengkap tentang Al-Akhwal al-Syakhsyiyah termasuk hukum waris, yang tidak berorientasi dengan mazhab, tetapi berorientasi dengan kemaslahatan dan kemajuan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, baik penyusunannya itu dilakukan oleh lembaga pemerintah atau lembaga swasta ataupun olah perorangan (seorang ulama).
Pelaksanaan Hukum Waris Islam di Indonesia
Sejak berdirinya kerajaan-krajaan Islam di Nusantara (Demak dan sebagainya) dan juga pada zaman VOC, hukum Islam sudah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia sebagai konsekuensi iman dan penerimaan mereka terhadap agama Islam.
Karena itu, pada waktu pemerintah kolonial Belanda mendirikan Pengadilan Agama. Di Jawa dan Madura pada tauhun1882 (Stb. 1882 Nomor 152) para pejabatnya telah dapat menentukan sendiri perkara-perkara apa yang menjadi wewenangnya, yakni semua perkara yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, mahar, nafkah, sah tidaknya anak, perwalian, kewarisan, hibah, sedekah, Baitul Mal, dan wakaf. Sekalipun wewenang Pengadilan Agama tersebut tidak ditentukan dengan jelas.
Pada tahun 1937, wewenang pengadilan agama mengadili perkara waris dicabut dengan keluarnya Stb. 1937 Nomor 116 dan 610 untuk jawa dan Madura dan Stb. 1937 Nomor 638 dan 639 untuk Kalimantan Selatan.
Pengadilan Agama di luar Jawa-Madura dan Kalimantan Selatan sampai Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia belum terbentuk secara resmi. Namun ia (pengadilan agama) tetap menjalankan tugasnya sebagai bagian dari Pengadilan Adat atau Pengadilan Sultan. Baru pada tahun1957 diundangkan PP Nomor 45 Tahun1957 yang mengatur Pengadilan Agama di luar Jawa-Madura dan Kalimantan Selatan dengan wewenang yang lebih luas, yaitu disamping kasus-kasus sengketa tentang perkawinan juga mempunyai wewenang atas waris, hadhanah, wakaf, sedekah, dan Baitul Mal. Tetapi peraturan yang menyatakan bahwa putusan Pengadilan Agama harus dikuatkan oleh Pengadilan Umum tetap berlaku.
Menurut Daniel D. Lov, seorang sarjana Amerika yang menulis buku Islamic Courts in Indonesia, hasil penelitiannya pada Pengadilan Agama di Indonesia, bahwa pengadilan agama di Jawa dan Madura sekalipun telah kehilangan kekuasaanya atas perkara waris tahun 1937, namun dalam kenyataanya masih tetap menyelesaikan perkara-perkara waris dengan cara-cara yang sangat mengesankan. Hal ini terbukti, bahwa Islam lebih banyak yang mengajukan perkara waris ke Pengadilan Agama daripada ke Pengadilan Negeri. Dan penetapan Pengadilan Agama itu sekalipun hanya berupa fatwa waris yang tidak mempunyai kekuatan hukum, tetapi kebanyakan fatwa-fatwa warisnya diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bahkan di Jawa sudah sejak lama fatwa waris Pengadilan Agama diterima oleh notaris dan para hakim Pengadilan Negeri sebagai alat pembuktian yang sah atas hak milik dan tuntutan yang berkenaan dengan itu. Demikian pula halnya dengan pejabat pendaftaran tanah di Kantor Agraria.
Pada tahun 1977/1978 Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universita Indonesia mengadakan penelitian di lima daerah, yakni D.I. Aceh, Jambi, Palembang, DKI Jaya, dan Jawa Barat. Dan hasilnya antara lain adalah sebagai berikut :
Masyarakat Islam di lima daerah tersebut yang menghendaki berlakunya hukum waris Islam untuk mereka sebanyak 91,35%, sedang yang menghendaki berlakunya hukum waris adat sebanyak 6,65%
Kalau terjadi sengketa waris, maka mereka yang memilih Pengadilan Agama 77,16%, sedangkan yang memilih Pengadilan Negeri 15,5%
Kemudian kedua lembaga tersebut di atas mengadakan penelitian pada tahun 1978/1979 di sembilan daerah, yakni : Jakarta Barat, Kota Cirebon, Kota Serang, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Mataram dan sekitarnya, N.T.B., dan Kota Banjarmasin. Dan hasilnya antara lain adalah sebagai berikut :
Masyakarat Islam di sembilan daerah tersebut yang menghendaki berlakunya hukum waris Islam untuk mereka sebanyak 82,9%, sedangkan yang menghendaki berlakunya hukum waris adat bagi mereka hanya 11,7%
Kalau terjadi sengketa waris, maka mereka yang memilih Pengadilan Agama mengadili kasus warisnya sebanyak 68,3%, sedangkan yang memilih Pengadilan Negeri sebanyak 27,7%.
Karena itu apabila sengketa warus yang terjadi antara orang Islam diajukan ke Pengadilan Negeri, maka seharusnya diputus menurut hukum waris Islam sesuai dengan agama yang bersangkutan berdasarkan isi pasal 131 dan juga Keputusan Mahkamah Agung Nomor 109K/Sip/1960 tanggal 20-9-1960, yang menyatakan bagi golongan pribumi berlaku hukum adat, sedangkan hukum faraid (hukum waris Islam) diberlakuka sebagai hukum adat, karena merupakan the living law dan menjadi cita-cita moral dan hukum bangsa Indonesia.
Karena itu, patut disesalkan apabila kasus-kasus warisan keluarga Muslim seperti kasus warisan H. Subhan Z.E. diputus oleh Pengadilan Negeri menurut hukum adat pada tanggal 16 Maret 1973 (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dengan pertimbangan antara lain, “Walupun pewaris/almarhum H. Mas Subhan adalah seorang tokoh Islam di Indonesia tidak berarti dapat diberlakukan hukum waris Islam oleh karena almarhum/pewaris berasal dan tempat tinggal di Jawa”.
Jelaslah, bahwa hakim Pengadilan Negeri yang mengadili kasus H. Subhan Z.E. tersebut masih menganut teori resepsi yang telah “usang” itu. Sebab UUD 1945 sebagai konstitusi RI dengan sendirinya telah menghapus Indische Staatsregeling sebagai konstitusi yang dibuat pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu. Sebagai salah satu fakta yang menunjukkan teori resepsi telah ditinggalkan, ialah UU Perkawinan Nomor 1/1974. Sebab di dalamnya terdapat beberapa pasal dan penjelasannya yang menunjukkan peranan agama untuk sahnya perkawinan dan perjanjian perkawinan dan sebagainya tanpa ada embel-embel “yang telah diterima oleh hukum ada”.
Penutup
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapatlah disampaikan beberapa kesimpulan dan saran/harapan sebagai berikut :
Hukum Islam khususnya hukum keluarganya termasuk hukum warisnya telah lama dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia atas dasar kemauan sendiri sebagai konsekuensi iman dan penerimaan mereka terhadap agama Islam. Karena itu, hukum Islam tersebut hendaknya dijadikan sumber yang utama untuk pembentukan hukum nasional (mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan kesadaran hukum agamanya), di samping hukum-hukum lain yang hidup di negara Indonesia
Di Indonesia hingga kini belum ada kitab/himpuna hukum Islam yang lengkap terutama mengenai hukum keluarga Islam termasuk hukum waris Islam Indonesia, baik yang tradisional maupun yang modern. Karena itu, hendaknya para ulama dan cendekiawan Muslim segera menyusun Himpunan Hukum Islam tersebut tanpa terikat dengan suatu madzhab tertentu, tetapi hukum Islam tersebut harus bisa memenuhi rasa keadilan, sesuai dengan kemaslahatan umat, dan kemajuan zaman.
Akibat politik hukum pemerintah kolonial Belanda yang hendak mengikis habis pengaruh Islam dari negara jajahannya – Indonesia, maka secara sistematis step by step Belanda mencabut hukum Islam dari lingkungan tata-hukum Hindia Belanda. Dan akibat politik hukum Belanda yang sadis itu masih dirasakan oleh umat Islam Indonesia sampai sekarang. Karena itu, sesuai dengan semangat Orde Baru yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen dan murni, maka hendaknya produk-produk hukum warisan kolonial dan warisan Orde Lama, dapat segera dicabut dan diganti dengan hukum nasional yang bisa memenuhi rasa keadilan dan kesadaran hukum rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Khusus hukum waris Islam yang ternyata diterima dan dikehendaki berlakunya oleh umat Islam di semua daerah yang telah diteliti oleh BPHN dan Fakultas Hukum UI pada tahun 1977-1979, dan praktek-praktel Pengadilan Agama dalam hukum waris Islam yang sangat mengesankan; maka sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, hendaknya kedudukan dan wewenang Pengadilan Agama disejajarkan dengan Pengadilan Negeri. Karena itu, UU tentang Struktur dan Yurisdiksi Pengadilan Agama yang akan diundangkan nanti benar-benar menempatkan kedudukan Pengadilan Agama sejajar dengan Pengadilan Negeri dan wewenang Pengadilan Agama sekurang-kurangnya dikembalikan seperti semula sebelum ada teori resepsi Snouck Hurgronje. Sebab teori resepsi ini bertentangan dengan ajaran Islam. Sebaliknya teori reception in complexuvan de Berg itulah yang sesuai dengan ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Moch. Koesnoe, Perbandingan antara Hukum Islam, Hukum Eropa dan Hukum Adat. Seminar Pembinaan Kurikulum Hukum Islam di Perguruan Tinggi, Badan Kerjasama PTIS, Kaliurang, 1980.
Biro Pusat Statistik, Penduduk Indonesia Menurut Propinsi, Seri L No. 3, Tabel 6. Cf. Tabel 9.
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam, Yogyakarta, Nur Cahaya, 1983. Cf. Sajuti Thalib, Receptio A Contrario (Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam), Jakarta, Bina Aksara, 1982.
Muhammad Sallam Madkur, Al-Magkhal lil Fiqh al-Islamy, Cairo, Dar al-Nahdhah al-‘Arabiyah, 1960
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975.
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta, Gunung Agung, 1984.
Masjfuk Zuhdi, Ijtihad dan Problematikanya dalam Memasuki Abad XV Hijriyah, Surabaya, Bina Ilmu, 1981.
___________, “Pelaksanaan Hukum Faraid di Indonesia”, Al-Mizan, No. 2 Tahun I, 1983.
Notosusanto, Organisasi dan Jurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta, B.P. Gadjah Mada, 1963.
Bustanul Arifin, “Pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia”, Al-Mizan, Nomor 3 Tahun I, 1983.
Muhammad Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta, Yayasan Risalah, 1984.
Mengenai hukum Islam, hukum adat, hukum Eropa yang berlaku di Indonesia dewasa ini, vide Moch. Koesnoe, Perbandingan antara Hukum Islam, Hukum Eropa dan Hukum Adat. Seminar Pembinaan Kurikulum Hukum Islam di Perguruan Tinggi, Badan Kerjasama PTIS, Kaliurang, 1980, hlm. 1-20
Berdasarkan sensus penduduk tahun 1980, penduduk Indonesia menurut agama berjumlah 147.490.298 jiwa yang beragama Islam 125.462.176 jiwa (87,09%), vide Biro Pusat Statistik, Penduduk Indonesia Menurut Propinsi, Seri L No. 3, Tabel 6, hlm. 20-21. Cf. Tabel 9, hlm. 26-27
Mengenai pandangan Islam terhadap adat/hukum adat, vide Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam, Yogyakarta, Nur Cahaya, 1983, hlm. 27-34. Cf. Sajuti Thalib, Receptio A Contrario (Hubungan Hukum Adat dengan Hukum Islam), Jakarta, Bina Aksara, 1982, hlm/ 65-70
Vide Muhammad Sallam Madkur, Al-Magkhal lil Fiqh al-Islamy, Cairo, Dar al-Nahdhah al-‘Arabiyah, 1960, hlm. 211-212. Dan untuk memahami/mencari hikmah di balik ketetapan suatu hukum Islam, vide M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975, hlm. 380-404
Perhatikan al-Qur’an Surat al-Nisa ayat 11 dan 12
Vide Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta, Gunung Agung, 1984, hlm. 66
Ibid., hlm. 57
Mengenai sebab-sebab timbulnya perbedaan pendapat/fatwa hukum, vide Masjfuk Zuhdi, Ijtihad dan Problematikanya dalam Memasuki Abad XV Hijriyah, Surabaya, Bina Ilmu, 1981, hlm. 16-17. Dan mengenai metode ijtihad yang dipakai oleh Imam Mazhab Empat, Ibid., hlm. 22-26
Vide Muhammad Sallam Madkur, op.cit., hlm. 118-127
Nama resminya Priester Road (Pengadilan Pendeta), nama yang asing bagi umat Islam Indonesia sendiri, dan pemberian nama yang salah, karena Islam tak mengenal kependetaan, sebab Islam punya prinsip equality before God.
Vide Notosusanto, Organisasi dan Jurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta, B.P. Gadjah Mada, 1963, hlm. 10
Perhatikan pasal 2a Stb. 1937 Nomor 116 dan 610 dan pasal 3 Stb. 1937 Nomor 638 dan 639 yang menetapkan yurisdiksi Pengadilan Agama di Jawa-Madura dan Pengadilan Agama di Kalimantan Selatan.
Bustanul Arifin, “Pelaksanaan Hukum Islam di Indonesia”, Al-Mizan, Nomor 3 Tahun I, 1983, hlm. 24-25
Ny. Habibah Daud mengadakan penelitian di DKI Jakarta pada tahun 1976, dan hasilnya bahwa dari 1081 orang hanya 47 orang yang mengajukan perkara waris ke Pengadilan Negeri (4,35%), dan 1034 orang (96,65%) mengajukan perkara waris ke Pengadilan Agama. Vide Muhammad Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta, Yayasan Risalah, 1984m hlm. 24-25
Ibid., hlm. 25
Vide Masjfuk Zuhdi, “Pelaksanaan Hukum Faraid di Indonesia”, Al-Mizan, No. 2 Tahun I, 1983, hlm. 39-40
Yang pro dan yang kontra terhadap teori resepsi Snouck Hurgronje dengan argumentasinya masing-masing, vide Sajuti Thalib, op.cit., hlm. 19-23, dan hlm. 65-72
Perhatikan pasal 2 (sahnya perkawinan) pasal 29 (sahnya perjanjian perkawinan), dan penjelasan pasal 37 (harta benda suami istri yang cerai) menunjukkan berlakunya hukum agama termasuk hukum Islam Indonesia tanpa harus disandarkan berlakunya hukum Islam tersebut pada hukum adat, tetapi cukup berdasarkan secara langsung peraturan UU yang bersangkutan dalam hal ini UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.
Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya Surat An-Nisa’ayat 11:
Artinya:
“Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-nisa’:11)

Dapat anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.
Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga. dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri,

1.2 Pokok Permasalahan
Di dalam pokok bahasan ini terdapat masalah yang dapat diangkat:
1. Bagaimana Mewaris itu di pandang Munurut Ajaran Agama islam?

1.3 Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan permasalahan diatas tujuan dan kegunaan untuk memupuk kesadaran dan pola piker mahasiswa agar dapat mengerti masalah mewaris dan waris keluarga atau orang lain agar dapat membantu di kehidupan
Seseorang sesuai dengan ajaran Agamanya masing-masing dalam pembahasan ini Agama Islam contonya.

1.4 Manfaat
1. kita lebih mengenal dan Mewaris dalam arti sebenarnya
2. kita akan lebih paham, dan lebih hati-hati dalam masalah waris mewaris agar
tidak melenceng dari ajaran agama islam.

Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2024563-contoh-makalah-hukum-waris-keluarga/#ixzz1pqnQvwpZ
Bagian 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian mawaris
Dari segi mawaris merupakan harta yang diwariskan,dari segi istilah mawaris merupakan ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Sumber hukum ilmu Mawaris adalah Alqur’an dan Al Hadits.Adapun sumber hukum yang terdapat dalam Alqur’an diantaranya Surat An-Nisa ayat 7 yang berbunyi :
Artinya : “ Bagi laki-laki ada hak bagian harta yang ditinggalkan oleh Ibu Bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”( QS.An-Nisa’:7)

Menurut Hadist HR.Jamaah

Artinya : “ Orang Muslim tidak berhak mendapat bagian harta warisan orang kafir, dan sebaliknya orang kafir tidak mendapat warisan harta orang muslim.”( HR.Jamaah )

Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pustaka bagi ahli waris menurut hukum islam
2.2 Kedudukan Ilmu mawaris.
Ilmu mawaris merupakan ilmu yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama islam, karena berisi penjelasan tentang ketentuan dan aturan Allah AWT dalam pembagian harta warisan yang harus dijadikan pedoman umat islam, semua ketentuan ini berasal dari Allah SWT Dzat yang maha tahu sedangkan manusia tidak mengetahui hakikat sesuatu, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya:
“ Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana “ (QS. An-Nisa’:11)

2.3 Hukum mempelajari Mawaris
Mempelajari Ilmu Mawaris Fardhu Kifayah. Kita umat islam wajib mengetahui ketentuan yang diterapkan Allah dalam pembagian harta warisan.
Nabi bersabda

Artinya: bagilah harta pustaka (Warisan) di antara ahli-ahli waris menurut kitabullah”. (HR. Muslim dan Abu daud)

2.4 Sebab waris mewaris
Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan. Menurut syariat islam sebagai sebab seseorang akan mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia adalah sebagai berikut:
1. Pertalian darah atau nasab (Nasab Haqiqi)
Yaitu bahwa orang dapat mewarisi adalah orang yang ada hubungan darah dengan si mayit.
2. Perkawinan yang sah (persemendaan)
Perkawinan dilakukan secara sah menurut agama, menyebabkan istri atau suami saling mewarisi.
3. Pemerdekaan atau wala (nasab hukmi)
Seseorang yang memerdekakan hamba sahaya meskipun diantara mereka tidak ada hubungan darah. Adapun orang yang tidak memiliki ahli waris.

Sabda Rasullulah:

Artinya:
“ saya menjadi ahli waris dari orang yang tiddak memiliki ahli warsi “ (HR. Ahmad dan Abu Daud).

2.5 Halangan Waris mewarisi
1. membunuh
seseorang yang membunuh ahli warisnya dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hokum, maka gugur haknya mendapatkan harta waris
2. murtad
orang yang keluar dari agama islam kehilangan hak warsi mewarisi
3. kafir
orang yang memeluk agama selain agama islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang islam
4. berstatus hamba sahaya
jika seseorang budak meninggal dunia ia tidak dapat diwarisi oleh orang tua atau ahli warisnya karena ia milik tuannya maupun sebaiknya.
5. sama-sama meninggal dunia
2.6 Klasifikasi ahli waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ditinjau dari sebab seseorang menjadi ahli waris ada 2 klasifikasi antara lain sebagai berikut:
1. Ahli Waris sabbiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri
2. Ahli waris Nasabiyah
Yaitu adanya hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal dunia. Waris nasabiyah dibagi 3 kelompok:
a. Ushulul Mayyit : Bapak,Ibu,Nenek,dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas
b. Al-Furu’ul Mayyit : anak,cucu,dan seterusnya sampai kebawah ( garis keturunan kebawah)
c. Al-Hawasyis : Saudara paman, bibi serta anak-anak mereka ( garsi keturunan kesamping)
2.7 Furudhul Al-Muqaddarah
1. ahli waris yang mendapatkan ½
a. anak perempuan tunggal
b. cucu perempuan dari anak laki-laki selama tidak ada anak laki-laki
c. saudara perempuan kandung tunggal
d. saudara perempuan seayah tunggal bila saudara perempuan kandung tidak ada.
e. Suami jika istri yang meninggal itu tidak punya anak atau cucu dari anak laki-laki
2. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4
a. suami jika istri yang meninggal mempunyai nak atau cucu dari anak laki-laki
b. istri jika suami yang meninggal dan tidak mempunyai anak
3. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3
a. 2 orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
b. 2 orang cucu perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
c. 2 orang saudara perempuan kandung atau lebih
d. 2 orang perempuan seayah atau lebih
4. Ahli waris yang mendapat 1/3
a. ibu jika yang meninggal tidak memiliki anak cucu maupun saudara
b. 2 orang saudara atau lebih seibu


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Semua orang muslim wajib mempelajari ilmu mawaris, Ilmu mawaris sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya dalam keluarga karena tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan.
Hal yang perlu diperhatikan apabila kita orang muslim mengetahui pertalian darah, hak dan pembagiannya apabila mendapatkan warisan dari orang tua maupun orang lain.
Saran
- bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.

DAFTAR PUSTAKA

- H. Muh. Rifa’I,1996,Fiqh Mawaris,semarang : sayid sabiq,fiqih sunnah,Beirut: Darut fikr
- Al-Quran QS.An-Nisa ‘:7 dan 11
- Al Hadist : HR Jamaah, HR.Ahmad dan Abu Daud

Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2024564-contoh-makalah-hukum-waris-keluarga/#ixzz1pqna8ZDZ
Latar belakang masalah : Salah satu akibat hukum dari peristiwa pengangkatan anak adalah mengenai status (kedudukan) anak angkat tersebut sebagai ahli waris orang tua angkatnya. Namun menurut Hukum Islam, Anak Angkat tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam hukum kewarisan Islam adalah adanya hubungan darah / nasab / keturunan. Dengan kata lain bahwa peristiwa pengangkatan anak menurut hukum kewarisan, tidak membawa pengaruh hukum terhadap status anak angkat, yakni bila bukan merupakan anak sendiri, tidak dapat mewarisi dari orang yang telah mengangkat anak tersebut. Maka sebagai solusinya menurut kompilasi hukum Islam adalah dengan jalam pemberian “wasiat wajibah” dengan syarat tidak boleh lebih dari 1/3 (sepertiga). Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana kedudukan anak angkat menurut kompilasi hukum Islam dan (2) Bagaimana cara pembagian harta warisan bagi anak angkat menurut kompilasi hukum Islam dan (3) Bagaimana penyelesaian kasus pengangkatan anak dan pembagian harta warisan anak angkat di Pengadilan Negeri Kudus berdasarkan kompilasi hukum Islam.
Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan penelitian untuk mengetahui kedudukan anak angkat dan pembagian harta warisan bagi anak angkat menurut kompilasi hukum Islam serta penyelesaian kasus pengangkatan anak dan pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Kudus berdasarkan kompilasi hukum Islam.
Mengenai hasil penelitian antara lain diharapkan dapat memberikan masukan pengetahuan kasusnya pada masyarakat Kudus yang berkaitan dengan penyelesaian kasus tentang pengangkatan anak dan pembagian harta warisan di Pengadilan Negeri Kudus. Adapun metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi dalam pengumpulan datanya.
Kedudukan (status) anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam adalah tetap sebagai anak yang sah berdasarkan putusan pengadilan dengan tidak memutuskan hubungan nasab / darah dengan orang tua kandungnya, dikarenakan prinsip pengangkatan anak menurut Kompilasi Hukum Islam adalah merupakan manifestasi keimanan yang membawa misi kemanusiaan yang terwujud dalam bentuk memelihara orang lain sebagai anak dan bersifat pengasuhan anak dengan memelihara dalam pertumbuhan dan perkembangannya dengan mencukupi segala kebutuhannya. Pembagian harta warisan bagi anak angkat menurut Kompilasi
Hukum Islam adalah dengan jalan melalui hibah atau dengan jalan wasiat wajibah dengan syarat tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta warisan orang tua angkatnya, hal ini untuk melindungi para ahli waris lainnya. Penyelesaian kasus permohonan penetapan pengesahan anak angkat di Pengadilan Negeri Kudus sudah sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dalam hal menerima, memeriksa, dan memutuskan kasus pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Kudus berdasar pada ketentuan Hukum Islam, yakni : Tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua kandung. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali nikah dalam perkawinan terhadap anak angkatnya.
Penyelesaian kasus pembagian harta warisan bagi anak angkat di Pengadilan Negeri Kudus yaitu pada harta gono-gini (harta bersama) dari orang tua angkatnya bukan pada harta asli / bawaan dari orang tua angkat. Sehingga dengan demikian peneliti dapat memberikan saran, yakni : Hendaknya bagi orang yang akan mengangkat anak dilakukan secara resmi sampai pada tingkat Pengadilan Negeri agar kedudukan anak menjadi jelas dan pengangkatan anak jangan semata karena alasan tidak punya keturunan, tetapi hendaknya didasari dengan rasa kasih sayang serta membantu terwujudnya kesejahteraan anak. Dan hendaknya masyarakat di Kabupaten Kudus yang ingin mengangkat anak sebaiknya memahami prosedur pengangkatan anak yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Serta pemerintah dalam hal ini Pengadilan Negeri di Kabupaten Kudus hendaknya lebih memasyarakatkan Kompilasi Hukum Islam khususnya yang berkaitan dengan pengangkatan anak agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan persengketaan diantara orang tua angkat dengan anak angkat.
s
Makalah:

Hukum Islam
”KEWARISAN”






       

Oleh
Nama : NARIATI BAKE
Stambuk : A1A3 09122


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
 2012
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

      Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kewarisa” dan dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih mengetahui makna perkawinan menurut pandangan islam. Makalah ini juga sebagai persyaratan tugas pada mata kuliah Hukum Islam .
    Akhir kata semoga bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa, Pelajar, Umum khususnya pada diri saya sendiri  dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa dipergunakan dengan semestinya.
    Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.


                                                                                             Kendari,  Maret  2012

                                                                                                        Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR     
DAFTAR ISI   
BAB I. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang   
1.2    Rumusan Masalah   
1.3    Tujuan dan Manfaat   
BAB II. PEMBAHASAN
1.4    PENGERTIAN HUKUM KEWARISAN   
1.5    HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN WACANA KESEJARAHAN  
1.6     DASAR-DASAR KEWARISAN ISLAM   
1.7    AHLI WARIS DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS  ATAS HARTA PENIGGALAN   
1.8    Klasifikasi ahli waris  

BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan   
3.2 Saran   
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Hukum kewarisan adalah hokum yang mengatur tentang hak  pemilikikan harta peninggalan (tirkah)pewaris, menentukan siapa-siapa  yang berhak  menjad ahli waris dan berapa bagiannya masing –masing (ps. 171 huruf  a.KHI)Dalam terminologi fiqh biasanya dikemukakan pengertian kebahasaan .Hal ini karena kata-kata warasan –asal kata kewarisan –di gunakan dalam al-Quran .karena memang  al-Quranlah dan di rinci dalam sunnah  Rasulullah ,hokum kewarisan islm di bangun. Secara bahasa kata warasa memiliki beberapa arti  yaitu :
    Mengganti (QS.al-Naml ,27 :16)artinya sulaiman menggantikan kenabian dan kerjaan Dawud , serta mewarisi ilmu pengetahuannya .. member (QS.al –zumar,39:74), dan mewarsi (QS. Maryam ,19:6 ). Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.
    Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya Surat An-Nisa’ayat 11:
Artinya: yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-nisa’:11)
    Dapat anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.
    Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga. dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami.
    Sedangkan pengertian terminology, minologi , hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan ,mengetahui bagian yang di terima dari harta peninggalan itu untuk setap yang berhak .Dalam redaksi yang , Hasby Ash Shiddieqy mengemukakan ,hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur  sapa-sapa orang yang mewarisi dan tidak mewaris, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara –cara pembagiannya.berbeda dengan dua  definsi  diatas ,wirjono prodjodikoro menjelaskan,warisan adalah soal apadan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban –kewajiban dan tentang kekayaan seseorang seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Hukum kewarisan, sering di  kenal dengan istilah faraid , bentuk jamak dari kata tunggal faridah ,artinya ketentuan .hal ini karena dalam islam, bagian –bagian warisan yang menjadi ahli waris telah di bakukan dalam al-Qu’ran .
     Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga.

B.    Rumusan masalah
Ada pun rumusan masalah yang kami ambil dari pembahasan antara lain :
1.    Apakah hukum kewarisan islam dan wacana kesejarahan dalah hukum islam?
2.    Bagaiman dasar-dasar kewarisan islam di Indonesia?
3.    Apakah kewajiban ahli waris atas harta peninggalan
4.    Bagaiman klasifikasi ahli wari

C.    Tujuan dan manfaat

Tujuan yang dapat d ambil adalah :

    Apakah pengertian kewarisan
    Bagaiman  hukum kewarisan islam dan wacana kesejarahan
    Bagaiman dasar-dasar kewarisan islam
    Apakah kewajiban ahli waris atas harta peninggalan
    Bagaiman klasifikasi ahli waris

Manfaatnya yang dapat di ambil adalah:

    Mahasiswa dapat memahami pengertian kewarisan
    Mahasiswa dapat mengetahui hukum kewarisan islam dan kesejarahan
    Mahasiswa dapat mengetahui dasar-dasar kewarisan
    Mahasiswa dapat mengetahui kewajiban ahli waris atas harta peninggalan
    Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi ahli waris


BAB II
 PEMBAHASAN

1.1.PENGERTIAN HUKUM KEWARISAN
    Hukum kewarisan adalah hokum yang mengatur tentang hak  pemilikikan harta peninggalan (tirkah)pewaris, menentukan siapa-siapa  yang berhak  menjad ahli waris dan berapa bagiannya masing –masing (ps. 171 huruf  a.KHI)Dalam terminologi fiqh biasanya dikemukakan pengertian kebahasaan .Hal ini karena kata-kata warasan –asal kata kewarisan –di gunakan dalam al-Quran .karena memang  al-Quranlah dan di rinci dalam sunnah  Rasulullah ,hokum kewarisan islm di bangun. Secara bahasa kata warasa memiliki beberapa arti  yaitu :
1.     mengganti (QS.al-Naml ,27 :16)artinya sulaiman menggantikan kenabian dan kerjaan Dawud ,     serta mewarisi ilmu pengetahuannya .
2. member (QS.al –zumar,39:74), dan
3.mewarsi (QS. Maryam ,19:6 ).
    Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya Surat An-Nisa’ayat 11:
Artinya:
“Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS. An-nisa’:11;
    sedangkan pengertian terminology, minologi , hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan ,mengetahui bagian yang di terima dari harta peninggalan itu untuk setap yang berhak .Dalam redaksi yang , Hasby Ash Shiddieqy mengemukakan ,hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur  sapa-sapa orang yang mewarisi dan tidak mewaris, bagian penerimaan setiap ahli waris dan cara –cara pembagiannya.berbeda dengan dua  definsi  diatas ,wirjono prodjodikoro menjelaskan,warisan adalah soal apadan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban –kewajiban dan tentang kekayaan seseorang seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
    Hukum kewarisan, sering di  kenal dengan istilah faraid , bentuk jamak dari kata tunggal faridah ,artinya ketentuan .hal ini karena dalam islam, bagian –bagian warisan yang menjadi ahli waris telah di bakukan dalam al-Qu’ran . Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga Hukum kewarisan dalam islam mendapat perhatian besar.Karena pembagian  warisan sering menimbulkan akibat –akibat dan tidak menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya .Terjadinya kasus kasus gugat waris di pengadilan ,baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri,menunjukan fenomena ini .Bahkan turunnya alQuran yang mengatur pembagian warisan yang menunjukannya bersifat  qat’I al –dalalah adalah merupakan refleksi sejara dari adanya kecenderungan materialistis umat manusia tadi, disamping sebagai rekayasa social terhadap sistem hukum yang berlaku di masyarakat pra-Islam waktu itu.

1.2. HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN WACANA KESEJARAHAN
    Sistem sosial yang berlaku pada masyarakat arab sebelum  islam di warnai dngan kultur badui yang sering di sebut dengan nomad society kebudayaan badui di rancang demi gerakan.mereka melakukannya dengan bangga seraya bersenandung kasida mengumbar pujian bagi para pahlawan dan kejantan kllan (clan)nya memuua peran dan cinta ,merindukan kenimatan anggur .itulah gambaran sepintas budaya masyarakat arab sebelum islam . wajar apa bila kemudian mereka disebut sebagai jahiliah .karena itu eksistensi seseorang di ukur dari kekuatan fisik,dan itu hanya bisa dimainkan oleh kaum laki-laki.Keunggulan dan keterampilan memanggul senjata demi keunggulan klan,menjadi taruhan martabat dan prestise seseorang.
    Sistem demikian member pengaruh yang cukup kuat dalam hukum kewaisan amereka.Konsekuensinya,anak anak baik laki-laki dan terlebih perempuan dilarang mewarisi peninggalan keluarganya.Malahan seperti catatan sejarah,penguburan hadup-hidup anak perempuan,merupakan fakta yang tidak bisa ditutup-tutupi.Kaum perempuan mendapat perlakuan diskriminatif.Kenyataan yang seperti inilah yang akan di hapus oleh islam.Mereka tidak mau menghargai kesederajatan kaum perempuan dengan laki-laki.Bagi mereka kaum perempuan tidak ubahnya dengan barangyang dapat di tukar dan di perjual belikan.Ibn Kasir mengutip riwat Ibn Abbas berikut ini:
    Apabila seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan seorang janda,maka ahli warisnya
    Melemparkan pakaian di depan janda tersebut guna mencegah orang lain mengawininya.Jika janda itu cantik,segeralah di kawininya.Tetapi jika janda tersebut jelek,ditahannya hingga waktunya meninggal,dan kemudian di warisi harta peninggalannya.
    Praktek semacam ini telah mendarah daging dalam masyarakat,bahkan hingga masa awal-awal islam,kebiasaan tersebut hingga terus berlangsung.

Dasar-dasar pewarisan yang berlaku pada masa itu adalah:                                                                                                      
a.    al-Qarabah atau pertalian kerabat.   
                                                                                                                                                       
    Pertalian kerabat di sini tidak berlaku mutlak sepeti ketika islam telah di turunkan.Ahli waris l    elaki yang dewasa saja yang yang biberi hak menerima warisan.Karena merekalah yang secara fisik mampu memainkan senjata menhancurkan musuh.Adapun mereka yang mendapat hak mewarisi adalah:                                                                    
    anak laki-laki
    saudara laki-laki
    Paman
    anak laki-laki paman
Menurut penelitian Muhammad Yusuf Musa praktek seperti tersebut memang benar adanya,namun tidak berlaku secara mutlak.Musa mengemukakan:
Keterangan bahwa wanita dan istri tidak menerima warisan tidak sepenuhnya benar.Ada ketera-ngan lain yang menyebutkan bahwaada kabilah-kabilah tertentu,yang tidak membedakan kdudukan laki-laki dan perempuan.Tradisi yang melarang kaum wanita mewarisi harta peninggalan ahli warisnya hanya terdapat di hijaz (Madinah).Orang pertama-tama membagi  anak-anak perempuan adalah Zu al-Majasid Amin ibnHabib.Ia membagi anak laki-laki dan perempuan.
b.    Al-hilf wa al-mu’aqadah atau janji setia

    Janji setia ditempuh dendan melakukan perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih.Sesorang menyatakan dengan sungguh-sungguhkepada orang lain,untuk saling mewarisi apabila salah satu pihak meninggal.Tujuannya untuk kerja sama, saling menasihati,dan yang paling terpenting adalah memperoleh rasa aman.Rumusan kalimat paerjanjian adalah sebagai berikut:
    Darahku darahmu,pertumpahan darahmu pertumpahan darahku,perjuanganmu perjuanganku, Perangmu adalah perangku, damaiku damaimu, kamu mewarisi hartaku aku mewarisi hartamu kamu di tuntut darahmu karena aku,dan aku di tuntut darahku karena kamu,dan diwajibkan membayar denda sebagai pengganti nyawaku, aku pun diwajibkan membayar denda sebagai pengganti nyawaku akupun diwajibkan sebagai pengganti nyawamu.
c.      Al-Tabanni (adopsi atau pengangkatan atau pengangkatan anak)

    Al-Tabanni atau pengangkatan anak atau sering di sebut adopsi dalam tradisi jahiliah merupakan perbuatan lazim yang telah mengakar dalam masyarakat. Dan kehadiran mereka (anak angkat dimasukkan)dimasukan sebagai keluarga besar bapak angkatnya yang status hukumannya sama dengan anak kandung.
    Sebagai tradisi yang telah membudaya di dalam masyarakat, tradisi adopsi ini tetap berlangsung hingga masa awal-awal Islam diturunkan. Menurut satu sumber, yang di sebutkan HasanainMuhammad Makluf, Nabi Muhamm ad SAW.Pernah mengangkat anak yang bernama  zaid ibn Harisa seorang hamba sahaya yag telah di merdekakan .para sahabat mengangkat,tindakan beliu seperti adat yang lazim berlaku  sebelumnya ,maka di panggillah zaid dengan sebutan zaid ibn muhamad bukan zaid ibn Harisa
    Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Huzifa ketak mengangkat anak ,Salim ibn Ataba para sahabat  memanggilnya dengan panggilan salim ibn abi Huzaifa  . hal ini menunjukan bahwa tradisi adopsi tersebut ,telah menjadi system yang hidup dan berkembang dalam masyarakat .
Hukum kewarisan  masa awal islam
Hukum kewarisan pada masa awal islam  belum mengalami perubahan ini dapat di mengerti,karena sama –sama awal islam prioritas utama ajaranya adalah membina akidah atau keyakinan pemeluknya yaitu mentauhid kan  allah yang esa ini di masud untuk mengoreksi keyakinan mereka yang terseret kedalam kepecayaan sirik atau menyekutukan allah berupa penyembahan patung yang di anataranya di tempatkan di ka’ba.

1.3. DASAR-DASAR KEWARISAN ISLAM
Bangunan hukumkewarisan islam memiliki dasar yang sangat kuat, yaitu ayat-ayat al’Quran yang selain kedudukannya qat’I al –murud , juga qat ‘I al – dalala,meskipun pada dataran tanfiz ( amplikasi )sering  ketentuan baku al –Quran tentang bagian –bagian warisan,mengalami perubahan pada hitungan nominalnya,misalnya kasus radd dan ‘aul , dan sebagainya.
Menurut al-Syatibi , terhadap ketentuan al’Quran yqng yang kandungannya ibadah atau bukan ibadah mahdahyang telah  dirinci dalam al-Quran,seperti hukum kewarisan ,perlu di terimah secara ta’abbudy atau di terimah secara taken for granted . karena ituu realisasinya,apa yang di tegaskan al-Quran di terimah dengan senang hati ,sebagai bukti pematuhan kepada ketentuan – ketentuan allah .


1.4 AHLI WARIS DAN KEWAJIBAN AHLI WARIS  ATAS HARTA PENIGGALAN
    A. Ahli waris
Ahli waris ada dua macam ,pertama , ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisanya di dasarkan karena hubungan darah ( kekerabatan ).Keduanya  ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya karena suatu sebab,yaitu sebab pernikahan dan kemerdekaan budak, atau menurut sebagian mazhab hanafiyah karena sebab perjanjian ( janji setia ).Dalam rumusan kompilasi ,ahliwaris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan dara atu hubungan perkawinan dengan pewaris, beragam islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (ps.171 huruf c KHI).Dengan demikian ,yang dimaksud ahli waris oleh kompilasi ,adalah mereka yang jelas – jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia , tidak ada halangan untuk ewarisi.
Ada pun yang di maksud dengan pewaris adalah orang pada saat meninggalnya atau yang di nyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama islam ,meninggalkan  ahli waris dan harta peninggalan (ps. 171 huruf b KHI ). Harta peninggalan (tirka ) adalah harta yang di tinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta  benda yang menjadi miliknya maupu hak-haknya(ps. 171 huruf d KHI ). Ini di badakan dengan harta warisan yang siap di bagi waris yaitu harta bawaan di tambah bagian harta bersama stelah di gunakan untuk keperluan pewaris slama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan zenazah (tazhiz), pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat (ps. 171 huruf e KHI).
Di lihat dari bagian yang di terima, atau berhak atau tidaknya mereka menerima warisan, ahli waris di bedakan menjadi tiga:
1.    Ahli waris ashab al-alfurud yaitu ahli waris telah di tentukan bagian-bagiannya, seperti ½, 1/3, dan lain-lain.
2.    Ahli waris ashab al- ‘usubah yaitu ahli waris yang ketentuan baginnya adalah menerima sisa setelah diberikan kepada ashab al-furud, seperti anak laki-laki, ayah, paman dan lain sebegainnya.
3.    Ahli waris Zawi al-arham yaaitu orang yang sebenarnya mempunyai hubungan darah dengan si pewaris, namun karena dalam ketentuan nas tidak diberi bagian, maka mereka tidak berhak, menerima bagian. Kecuali apabila ahli waris yang termasuk ashab al-furud dan ashab al-usabah tidak ada contihnya, cucu perempuan garis perempuan (bint-bint). Dari segi hubungan jauh dekatnya kekerabatan, ahli waris dapat di bedakan menjadi:
•    Ahli waris hajib yaitu ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya menghalangi hak waris ahli waris yag jauh hubungannya. Contohnya, anak laki-laki menjadi penghalang bagi saudara perempuan.
•    Ahli waris mahajub yaitu ahli waris yang jauh hubungan kekerabatannya dan terhalang untuk mewarisi.
Halangan mewarisi karena dekat jauhnya hubungan kekerabatan di sini, bersifat temporer, artinya apabila ahli waris hajib tidak ada, maka ahli waris berikutnya dapat menerima warisan.
1.5  KLASIFIKASI AHLI WARIS

    Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ditinjau dari sebab seseorang menjadi ahli waris ada 2 klasifikasi antara lain sebagai berikut:
1.     Ahli Waris sabbiyah

Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri

2.     Ahli waris Nasabiyah
Yaitu adanya hubungan nasab atau pertalian darah dengan orang yang meninggal dunia. Waris nasabiyah dibagi 3 kelompok:
a. Ushulul Mayyit : Bapak,Ibu,Nenek,dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas
b. Al-Furu’ul Mayyit : anak,cucu,dan seterusnya sampai kebawah ( garis keturunan kebawah)
c. Al-Hawasyis : Saudara paman, bibi serta anak-anak mereka ( garsi keturunan kesamping)

3.     Furudhul Al-Muqaddarah
       1. ahli waris yang mendapatkan ½
          a. anak perempuan tunggal
          b. cucu perempuan dari anak laki-laki selama tidak ada anak laki-laki
          c. saudara perempuan kandung tunggal
          d. saudara perempuan seayah tunggal bila saudara perempuan kandung tidak ada.
          e. Suami jika istri yang meninggal itu tidak punya anak atau cucu dari anak lakilaki
       2. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4
          a. suami jika istri yang meninggal mempunyai nak atau cucu dari anak laki-laki
          b. istri jika suami yang meninggal dan tidak mempunyai anak
       3. Ahli waris yang mendapatkan bagian 2/3
            a. 2 orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
            b. 2 orang cucu perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
            c. 2 orang saudara perempuan kandung atau lebih
            d. 2 orang perempuan seayah atau lebih
       4. Ahli waris yang mendapat 1/3
            a. ibu jika yang meninggal tidak memiliki anak cucu maupun saudara
            b. 2 orang saudara atau lebih seibu




DAFTAR PUSTAKA

Prodojikoro, Wirjono, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Sumur, 1983.
Rofiq, Ahamad, FIqih Mawaris, Jakarta: Rajawali Pers, cet. 1, 1993.
Ash-Shiddieqy ,TM .Hasby ,fiqh wawaris ,Yogyakarta :mudah tt.            
Makalah

Hukum Islam



PERKAWINAN









        

Oleh
Nama : NARIATI BAKE
Stambuk : A1A3 09122





FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
 2012


KATA PENGANTAR

     
Dengan mengucapkan  puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkawinan” dan dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehingga lebih mengetahui makna perkawinan menurut pandangan islam. Makalah ini juga sebagai persyaratan tugas pada mata kuliah Hukum Islam .
    Akhir kata semoga bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa, Pelajar, Umum khususnya pada diri saya sendiri  dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa dipergunakan dengan semestinya.
    Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.


                                                                                             Kendari,  Maret  2012

                                                                                                        Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang ………………………………………………
1.2    Rumusan Masalah…………………………………………….
1.3    Tujuan dan Manfaat ………………………………………….
BAB II. PEMBAHASAN
2.1    Pengertian dan Arti Perkawinan menurut pandangan Islam dan UU……………………………………………………………………….
2.2    Hukum Perkawinan menurut pandangan Islam………………………….
2.3    Tujuan dan Hikmah Perkawinan menurut pandangan Islam……………
2.4    Cara-cara Perkawinan yang sah menurut pandangan Islam……………..
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………
3.2 Saran ………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sesuai hakekat manusia yang membedakannya dengan mahluk hidup lainnya, sudah menjadi kodrat alam sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya didalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani.
Pada umumnya, pada suatu masa tertentu bagi seorang pria maupun sorang wanita timbul kebutuhan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya yang berlainan jenis kelaminnya. Hidup bersama antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-sayarat terentu disebut perkawinan.
Perkawinan ini disamping merupaka sumber kelahiran yang berarti obat penawar musnahnya manusia karena kematian juga merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara. Hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita tersebut mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun terhadap keturunannya serta anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mangatur tentang hidup bersama itu.
Pada masyarakat sekarang, suatu perkawinan dianggap sah apabila telah mendapat pengakuan dari negara. Cara untuk mendapatkan pengakuan itu sering berbeda-beda diantara negara yang satu dengan negara yang  lain. Di dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila yang pertama adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa” maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur lahir atau jasmani tetapi juga mengandung unsur batin atau rohani, disamping itu pula perkawinan mempunyai peranan yang penting, terlebih-lebih sejak berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana didalam pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dengan demikian peranan agama dan kepercayaan semakin lebih diteguhkan didalam hukum positif kita. Dengan adanya pasal 2 ayat (1) tersebut pelaksanaan menurut agama dan kepercayaan masing-masing telah merupakan syarat mutlak untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Tidak ada persoalan apabila perkawinan hanya dilakukan antara orang-orang yang seagama atau sekepercayaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dibuatlah makalah ini yang berjudul “ Perkawinan “ dengan tujuan untuk memahami lebih jauh tentang makna perkawinan menurut pandangan islam.
B.    RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini  yaitu sebagai berikut :
1.    Apa pengertian dan arti perkawinan menurut pandangan islam dan UU ?
2.    Bagaimanakah hukum perkawinan menurut pandangan islam ?
3.    Bagaimanakah tujuan dan hikmah perkawinan menurut pandangan islam ?
4.    Bagaimanakah cara-cara perkawinan yang sah menurut pandangan islam ?
C.    TUJUAN
Tujuan yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui pengertian dan arti perkawinan menurut pandangan islam dan UU
2.    Untuk mengetahui hukum perkawinan menurut pandangan islam
3.    Untuk mengetahui tujuan dan hikmah perkawinan menurut pandangan islam
4.    Untuk mengetahui cara-cara perkawinan yang sah menurut pandangan islam























BAB II
 PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Dan Arti Perkawinan Menurut Pandangan Islam Dan UU
        Perkawinan dalam islam adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tujuannya adalah untuk menghalalkan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan secara suka rela dan ada kerelaan antara kedua belah pihak dan ini merupakan satu kebahagiaan dalam hidup berkeluarga yang dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang telah di ridhloi oleh Allah SWT. Hakekat perkawinan sendiri adalah ikatan lahir batin suami isteri untuk hidup bersama dan memiliki tujuan untuk membentuk keluarga (hidup berrumah tangga) yang bahagia dan sejahtera (Rasjid, 1996).
Secara bahasa Al-nikah yutlaq 'ala al-wat' wa 'ala al-'aqd dun al-wat'. Kata al-nikah kalau secara umum dipakai dalam makna persetubuhan, tapi juga bermakna akad tanpa persetubuhan. Sedangkan pengertian Perkawinan Secara umum Fuqaha’ telah memberikan definisi kalau perkawinan itu adalah Sebuah akad yang menghalalkan bagi kedua belah pihak untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat. Walaupun mungkin ada definisi lain yang berbeda, akan tetapi semua definisi tersebut memiliki pengertian yang sama, bahwa obyek akad pernikahan adalah memberikan hak antara suami isteri untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Amir, 2007).
Islam telah mengajarkan banyak hal mengenai pernikahan, seperti bagaimana cara mencari kriteria calon pasangan untuk pendamping hidup, sampai bagaimana cara memperlakukannya pasangan apabila telah secara resmi menjadi pasangan suami isteri. Semua telah dituntun dalam agama Islam. Demikian juga Islam telah mengajarkan bagaimana cara mewujudkan sebuah acara pesta pernikahan agar meriah, namun tetap mendapatkan berkah serta tidak melanggar dari tuntunan dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perkawinan/pernikahan menurut hukum islam.
Menurut bahasa perkawinan atau nikah adalah berkumpul dan bercampur. Dan menurut istilah syarak pula adalah ijab dan qabul atau sering disebut dengan ‘aqad yang akan menghalalkan jika seorang lelaki dan perempuan melakukan hubungan badan. Dengan adanya pernikahan ini menjadikan manusia bisa hidup berpasang-pasangan, menghalalkan perkawinan dan mengharamkan zina (Ahmad, 1995).
2.2 Hukum Perkawinan menurut Pandangan Islam
        Hukum perkawinan menurut pandangan islam yaitu sebagai berikut :
• Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bisa menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
• Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
• Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
• Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah (Aminnudin, 2008).
2.3. Tujuan dan Hikmah Perkawinan menurut pandangan islam
            Tujuan dan hikmah perkawinan dalam pandangan islam yaitu sebagai berrikut :
•    Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi.
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
•    Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan..
•     Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah..
       Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
•    Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah). .
•    Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
    Sedangkan Hikmah Perkawinan menurut (Achmad, 1995) yaitu sebagai berikut :
• cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
2.4.  Cara-cara Perkawinan yang sah menurut Hukum Islam
            Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
    Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
        Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar .
d. Adanya Wali.
3. Walimah
            Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan (Al hamdani, 2002).







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.    Perkawinan dalam islam adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tujuannya adalah untuk menghalalkan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan secara suka rela.
2.    Hukum perkawinan menurut pandangan islam yaitu Wajib, Sunat, Wajib, Makruh dan Haram.
3.    Tujuan dan hikmah perkawinan dalam pandangan islam yaitu Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi, Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur, Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami, Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah serta Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.
4.    Cara –cara perkawinan yang sah menurut hokum islam yaitu Khitbah (Peminangan), Aqad Nikah dan Walimah.




DAFTAR PUSTAKA
Achmad Kuzari, 1995. Nikah Sebagai Perikatan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ahmad Rofiq,1995. Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Al-Hamdani, 2002. Risalah an-Nikah. Pustaka Amani: Jakarta.

Aminuddin, 2008, Pendidikan Agama Islam. Bumi Aksara, Jakarta.

Amir Syarifuddin,2007. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta.

Rasjid, Sulaiman, H., 1996. Fikh Islam, Sinar Baru Algesindo, Bandung.



S





BAB 1



PEDAHULUAN




1.1    LATAR BELAKANG
Kebudayaan  daerah sebagai  bagian dari kebudayaan nasional  tumbu dan berkembang  sejalan dengan petumbuhan dan perkembangan masyarakat pendukung nya  oleh karena itu ,sebagian dari masyaakat nasional kebudayaan daera perlu di jaga di lestarikan agar kebudayaan tersebut tidak mengalami kepunahan sehinggga kebudayaan  daera dapat sejalan dengan  perkembangan zaman .
Eksitensi satra sebagai bagian dari kebudayaan itu merajuk pada kemampuan nya dalam merangkum misii humanis  yang mengarah pada memanusiakan manusia .metode dalam pendekatannya yang spesifik dengan  mengutamakan unsur etika dan etika berbahasa ,mamp menarik minat dari berbagai  kalangan untuk mengarunginya  ,selain itu berkaitan tersebut di sebabkan oleh kodrat manusia yang selalu mencintai keindahan dalam berbahasa .dalam hal ini para ahli menyimpulkan bahwa manusia homofabulan(mahluk bersastra  )
Melalui media berbahasa sastra dapat leluasa membentangkan segala sendi dan peri kehidupan maisi nusia secara luas dan dalam . tuangan pengalaman dalam satra itu berisi citra kemanusian cinta kasi dan ajaran lainnya yang sangat beguna  bagi manusia  dalam kehidupannya . bahkan para misi tertentu sastra berguna  sangat berguna bagi kehidupan manusia dan juga dapat mengembang fungsi sebagai kehidupan manusia  dan juga sebagai kehidupan  yang sifatnya  intelektual, pendidikan rohani serta hal-hal sifatnya personal maupun sosial.
Masyrakat muna misalnya ,mempunyai sistim adat istiadat tertentuyang di junjung tinggi   masyarakatnya.sistim adat istiadat tersebut mengandung muatan  sastra yang sangat tinggi dengan mana dan nilai –nilai etika yang cukup berharga bagi masyarakat  muna, setiap anggota masyarakat wajib berbuat dan bertindak menurut aturan adat istiadat yang ada.

1.2   MASALAH 

Berdasarkan uraian latar belakangdiatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini  apa  makna kaago-ago dalam bahasa muna(analisis makna kaago-ago dalam bahasa muna di desa lapokainse kec. Kusambi kab. Muna ?


1.2    TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.2.1    TUJUAN
Penelitian ini b ertujuan untuk mendikripsikan makna kaago-ago dalam bahasa muna (analisis makna kaago-ago dalam bahasa muna )di desa lapokainse kec. kusambi kab muna.
1.2.2    MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut
1.bahan pembinaan dan pengembangan adat istiadat daerah sekaligus menjadi penopang bagi pembinaaan dan pengembangan bahasa nasional bahasa indonesia terut ama mengenai kebudayaan nasional
2.bahan banding bagi penelitian yang sejenis baik dalam objek yang sama atau pun dengan objek yang berbeda utamanya yang berhubungan dengan makna kaago-ago dalam bahasa muna ( analisis kaago-ago dalam bahasa muna).
3.bahan ajar bagi pembelajaran muatan lokal di sekolah khusus nya pembelajaran bahasa dan sastra daera muna sulawesi  tenggara.

1.4 RUANG LINGKUP
Mengingat masyarakat muna yang mendiami wilaya kabupaten muna terhadap ragam diagog maka yang menjadi ruang lingkup penelitian ini di batasi pada makna makna ungkapan yang di gunakan dalam proses upacara kaago-ago.
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A.    Dasar Pemikiran Variabel
Anak dengan usia balita merupakan individu yang rawan atau rentan terhadap berbagai penyakit salah satunya penyakit inveksi saluran pernafasan (ISPA). Penyakit ISPA dapat menimbulkan kematian apabila tidak mendapatkan penanganan dan pengobatan yang serius baik dari petugas kesehatan maupun orang tua yang bertugas merawat dan mengasuh anaknya. Pada dasarnya orang tua / ibu akan merasakan kecemasan apabila anak balitabya menderita suatu penyakit dan harus dirawat dirumah sakit. Adapun kecemasan tersebut meliputi diagnosa  penyakit dan perawatan anak balita yang sedang dirawat dirumah sakit. Hal tersebut dikarenakan besarnya kekhawatiran orang tua/ibu terhadap kesehatan dan keselamatan anak balitanya sehingga dapat menyebabkan terjadinya kecemasan ringan, sedang, berat atau panik.













B.    Bagan Kerangka Konsep
Adapun skema variable dalam penelitian ini yaitu :






         Keterangan :    :  Variabel yang ditelit
                                                 : Variabel yang tidak diteliti

C.    Variabel Penelitian

    Variabel penelitian teridiri beberapa bagian yaitu:
1.    Variabel independent (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependent (variabel terikat), yang mana dalam penelitian ini variabel independent yaitu ibu dari pasien anak
2.    Variabel dependent (variabel terikat), variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent (variabel bebas), yang mana variabel dependent dalam penelitian ini yaitu tingkat kecemasan yang meliputi ringan, sedang dan berat.

D.    Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

    Definisi operasional dan kriteria objektif terdiri beberapa bagian yaitu :
1.    Anak balita dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 13 - 60 bulan, diruang Melati RSUD. Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.    Pasien ISPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pasien anak balita yang terdiagnosa ISPA oleh dokter dan dirawat diruanh Melati RSUD Propinsi Sulawesi Tenggara .
3.    Ibu dari pasien anak balita adalah seorang wanita / ibu yang memiliki anak balita yang sedang sakit dan menjalani perawatan di ruang Melati RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara.
4.    Kecemasan adalah perasaan yang tidak nyaman yang terjadi sebagai respon terhadap ketakutan perlakuan terhadap tubuh atau kehilangan sesuatu yang bernilai yang diamati langsung oleh peneliti.
5.    Kecemasan ibu terhadap pasien anak balita yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kecemasan yang dirasakan oleh ibu selama anaknya dirawat dirumah sakit karena menderita suatu penyakit, dimana untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu, peneliti memakai lembar checklist untuk menilai gejala-gejala kecemasan berdasarkan skala HARS dengan penilaian skor 0 bila tidak ada gejala sama sekali, skor 1 bila ada 1 dari gejala yang ada, skor 2 bila ada sebagian (1/2) dari gejala yang ada, skor 3 bila lebih dari sebagian gejala yang ada dan skor 4 bila semua gejala ada, yang dinyatakan dengan criteria obyektif :
a.    Kecemasan Ringan    : Apabila  berdasarkan hasil pengisian lembar   kuesioner responden, skor nilai 6-14.
b.    Kecemasan Sedang    : Apabila berdasarkan hasil pengisian lembar  kuesioner responden, skor nilai 15 – 27
c.    Kecemasan Berat    : Apabila berdasarkan hasil pengisian lembar kuesioner responden, skor nilai > 27
(HARS dalam Nursalam, 2003)



















1.    Sampel
    Sampel dalam penelitian ini adalah ibu dari pasien anak balita penderita ISPA yang dirawat di ruang Melati RSUD  Provinsi Sulawesai Tenggara selama penelitian berlangsung. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 20 % dari total populasi atau sekitar 20 % x 230 = 46 orang
2.    Tehnik Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan tehnik accidental sampling (Notoatmodjo, 2002) dimana sampel yang diambil adalah ibu dari anak balita yang ditemui pada waktu penelitian sedang berlangsung.
A.    Instrumen Penelitian
Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar checklist.
 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1.    Jenis Data
        Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, yaitu :
a.    Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui lembar checklist yaitu data tentang tingkat kecemasan ibu dari pasien anak balita penderita ISPA yang di rawat di Ruang Melati RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi tingkat kecemasan ringan, sedang dan berat
b.    Data sekunder adalah data yang diambil dari instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian yaitu jumlah pasien anak balita penderita ISPA yang dirawat di Ruang Melati RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara
2.    Cara Pengumpulan Data
    Adapaun cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan lembar checklist yang dibagikan kepada responden.
B.    Pengolahan Data
1.    Koding yaitu memberikan kode pada data yang diperoleh dari hasil lembar checklist menurut jenisnya.
2.    Editing yaitu mengoreksi kembali data sehingga tidak terjadi kesalahan baik dalam penempatan maupun penjumlahan
3.    Skoring yaitu memberikan skor pada setiap hasil yang didapatkan pada lembar checklist
4.    Tabulating yaitu menyusun data- data kedalam tabel sesuai dengan kategorinya untuk selanjutnya dianalisis
C.     Analisis data
        Data yang telah dikumpulkan melalui penelitian dan lembar checklist diolah secara manual dan dimasukkan dalam tabel sesuai dengan variabel penelitian. Dan selanjutnya untuk mengetahui besarnya persentase dari tiap-tiap variabel tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut :

  

Keterangan :
X : Persentase dari variabel yang diteliti
f  : Jumlah responden berdasarkan variabel
n  : Jumlah sampel penelitian
k  : Konstanta (100%) (Chandra, 1995 : 35)

D.    Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dinarasikan.
TUGAS                                                             PENYUNTINGAN












OLEH :
NARIATI BAKE
A2D109122
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
 2012




Kesalan kesalahannya yaitu
1.    Pada bagian bab 1yaitu terdapat kesalah penulisan yakni pada bagian latar belakang.sesudah 
2.    pendahuluan di prosal ini ,di tulis A, Latar belakang    seharusnya 1.1 latar belakang dan rumusan masalah terus 1.1.1 latar belakang
3.    Pada bagian rumusan masalah yaitu terdapat kesalahan penulisan . di proposal ini  tidak di akhiri dengan tanda Tanya seharunya di akhiri dengan tanda Tanya
4.    Pada bagian tujuan peneltian yaitu terdapat kesalah penulisan yakni  di sini terdapat kesalahan di tulis langsung tujuan penelitiannya seharunya 1.2 Tujuan dan manfaat penelitan terus 1.2.1 tujuan penelitian
5.    pada  bagian sesudah manfaat penulisan yaitu  tidak di tulis  batasan operasionalnya  seharusnya di tulis
6.     pada bagian bab 4 yaitu terdapat kesalah penulisan yaitu tidak mencantumkan Daftar pustaka
               
            WACANA  PERCAKAPAN
    Tanah lapang tempat  felsifal topeng berlangsung.Pagi.
Felsifal segera  dimulai ,rupanya.Ketua panitia sedang memberikan sambutan dan pengarahan kepada seluruh peserta .Semua tampak bersemangat .
Ketua Panitia :”Nah ,saudarah sekalian,seluruh warga desa mosokambang yang saya cintai,demikianlah tadi pengarahan saya selaku ketua panitia.Saya tidak akan berpanjang lebar sebab segalah sesuatunya sesunggunya sudah jelas .Tugas kami yang paling utama adalah membuka dan menutup feltifal ini .Kami hanya berpesan agar acara ini berlangsung seeee….meriah mungkin ,seee….khidmat mungkin ,namun tetap aman dan tertib .Kita sebaiknya  menanamkan prinsip bahwa keamanandan ketertibaan adalah see…gala-galanya.Tanmpa keamanan dan ketertibaan, hidup kita tidak  akan bahagia .Apalah artinya sawa ladang kita yang subur,pnen melimpah,dan ternak  kita yang gemuk –gemuk jika persaan kita tidak aman dan bahagia? Dan,untuk itulah diperlukan upaya-upaya.di bentukan tim juri,hal yang belum perna dilakukan sebelumnya adalah bentuk upaya itu .tim juri bukanlah kelompok tandingan bagi penilaian masyarakat terhadap feltival ini.tetapi di maksudkan sebagai “partner”kerja saudara-saudara .Agar dalam memberikan penilaian nanti, saudara-saudara  bisa lebih terarah ,lebih bijaksana ,lebih fair,dan memuaskan semua pihak .kami tahu,kemenangan bukanlah tujuan utama festival .Mereka adalah pribadi-pribadi yang menghormati tradisi leluhur dan ingin melestarikannya. Tapi bagaimanapun ,penilaian yang objektif dan masyarakat dalah factor penting .Tanmpa objektifitas ,para peserta akan marah.Ketentraman dan kebahagiaan hidup masyarakat kita  pun bisa terganggu . Betul tidak ,saudara-saudara?
Orang-orang:  Betulll………….?
Ketua panitia:” Loh mana tepuk tangannya ?”
    Semuabertepuk tangan ,tapi tampak oga-ogahan .Ketua panitia tampat kurang senang . jarkoni ,lurah desa itu memberikan aba-aba supaya  orang-orang bertepuk tangan lebih keras .orang –orang menurut .ketua panitia tampak lega.
Ketua panitia:(tersenyum )”Terimah kasih,terimah kasih.Jadi sekali lagi saudara-saudara ,tepuk tangan itu ,maaf maksud saya –objektivas itu penting .”
Petugas :”Juga ketertibaan dan keamanan ,pak .”
Ketua panitia :Ya, betul! Ketertibaan dan keamanan !
1.tentukn jenis wacananya dan alasnnya ?
    Jenis wacananya adalah wacana narasi karena percakapan ini menceritakan atau menyajikan atau hal kejadian melalui penonjolan tokoh pelaku orang pertama seperti kami ,saya  bisa memperluas wawasan pendenagar seperti kutipan percakapan di atas membuka
TUGAS                                                         


PENYUNTINGAN
  











OLEH :
NARIATI BAKE
A2 D1 09122
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012




1.     ada  halaman 7 yaitu tidak ada baris barunya .seharusnya pada pembagian situasi tersebut di bagi menjadi dua bagian d buatkan baris baru
2.    Pada bagian kecemasan ringan yaitu terdapat kesalahan penulisan yaitu pada halaman 7  .pada pembagian penguraian tingkat  kecemasan ringan yaitu terdapat kesalahan penulisan di situ pada bagian satu dan dua , pada bagian penjelasannya tidak  di buatkan baris baru , seharusnya di buatkan baris baru
3.    Pada halaman ke 8 di sini terdapat  kesalahan penulisan  pada bagian fungsi kecemasan ringan  itu terdapat kesalahan penulisan  yaitu pada bagian satu sampai lima terdapat kesalahan penulisan . pada bagian satu sampai lima itu penjelasan tidak di buatkan baris baru seharusnya harus di buatkan baris baru
4.    Pada halaman ke 9  pada bagian kecemasan sedang yaitu terdapat kesalahan penulisan .yakni pada bagian satu sampai lima yaitu terdapat kesalahan penulisan  yaitu pada bagian satu sampai limapada bagian penjelasannya tidak di buatkan baris barunya . seharunya pada bagian satu sampai lima tersebut  di setiap penjelasan nya harus di buatkan baris baru
5.    Pada halaman ke sepuluh pada bagian kecemasan berat yaitu terdapat kesalahan penulisan yaitu pada bagian satu sampai tiga terdapat kesalahan yaitu penjelasannya  tidak di buatkan baris barunya seharusnya pada bagian penjelasannya harus di buatkan baris barunya
6.    Pada bagian kecemasan panik , pada bagian gejala-gejala nya pada bagian satu sampai tiga terdapat kesalahan penulisan pada bagian penjelasan satu sampa tiga yaitu tidak di buatkan baris baru seharusnya  pada bagian satu sampai tiga harus di buatkan baris baru
7.    Pada halaman 12  yaitu terdapat kesalahan penulisan pada bagian menisfestasi  perilaku indifidu yang sedang mengalami kecemasan  yaitu  pada bagian a sampai e yaitu tedapat kesalahan penulisan tidak di buatkan baris barunya seharusnya di bagi beberapa bagian kemudian   setiap penjelasannya di buatkan baris barunya
8.    Pada halaman 14 yaitu terdapat terdapat kesalahan penulisan   pada bagian penanggulangan kecemasan yaitu pada bagian cara penanggulangan kecemasan ringan dan sedang .seharusnya cara penanggulangan ringan dan sedang .seharusnya di bagi menjadi dua kemudian penjelasannya di buatkan baris baru
9.    Pada halaman 23 yaitu terdapat kesalahan penulisan yaitu pada bagian pembagiannya  terdapat kesalahan yaitu pada bagian satu sampai tiga , tidak di bagi dan penjelasannya tidak di buatkan baris baru seharunya di bagi dulu menjadi 3 bagian kemudian   penjelasannya di buatkan baris barunya.





10.    Pada halaman 24 aitu terdapat kesalahan , pada bagian penjelasan etimologi tidak di buatkan baris baru seharusnyan di buatkn baris baru kemudian di bagi menjadi beberapa bagian
11.    Pada halaman 30 yaitu terdapat kesalahan penulisan ,kesalahannya yaitu dengan demikian di sini tidak di beri tanda koma seharusnya di beri tanda koma .
12.    Pada halaman 32 yaitu terdapat kesalahan tentang fariabel penelitian  penjelasannya tidak di buatkan baris baru seharusnya di bagi menjadi dua dan penjelasannya di buatkan baris baru
13.    Pada halaman 33 yaitu terdapat kesalahan penulisan yaitu pada bagian penjelasan  definisi operasionalnya di beri angka  seharusnya tidak di beri angka tetapi di buatkan baris barunya
14.    Pada halaman 33 yaitu terdapat kesalahan penulisan yaitu pada bagian kecemasan ringan ,sedang,dan berat itu tedapat kesalahan karena di beri angka dua sampai 4 seharusnya 1sampai 3
Pengertian Paragraf dan bagian-bagiannya

•  
•    Follow any responses to this article
•    Subscribe to entry RSS 2.0
•    Subscribe to entry RSS 0.92
•    Subscribe to responses RSS
Posted by admin on 21 March 2012  |   Bahasa Indonesia
(Pengertian Paragraf dan bagian-bagiannya) – Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.
Syarat sebuah paragraf
Di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
•    Kalimat Pokok. Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
•    Kalimat Penjelas. Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.
Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang Baik
•    Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai keseluruhan tulisan.
•    Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan wajar.
 Paragraf (Alenia) merupakan kumpulan suatu kesatuan pikiran yang lebih tinggi dan lebih luas dari pada kalimat. Alenia merupakan kumpulan kalimat, tetapi kalimat yang bukan sekedar berkumpul, melainkan berhubungan antara yang satu dengan yang lain dalam suatu rangkaian yang membentuk suatu kalimat, dan juga bisa disebut dengan penuangan ide penulis melalui kalimat atau kumpulan alimat yang satu dengan yang lain yang berkaitan dan hanya memiliki suatu topic atau tema. Paragraf juga disebut sebagai karangan singkat.


Dalam paragraph terkandung satu unit pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam kalimat tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau kalimat topic, dan kalimat penjelas sampai kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling berkaitan dalam satu rangkaian untuk membentuk suatu gagasan.


Panjang pendeknya suatu paragraph akan ditentukan oleh banyak sedikitnya gagasan pokok yang diungkapkan. Bila segi-seginya banyak, memang layak kalau alenianya sedikit lebih panjang, tetapi seandainya sedikit tentu cukup dengan beberapa kalimat saja.


B. Struktur/Jenis-Jenis Paragraf (Alinea)
Deduktif
Struktur paragraph yang bersifat deduktif ini dimulai oleh kalimat inti, kemudian diikuti uraian, penjelasan argumentasi, dan sebagainya. Dimulai dengan pernyataan (yang tentunya brsifat umum), kemudian kalimat-kalimat berikutnya berusaha membuktikan pernyataan tadi dengan menyebutkan hal-hal khusus, atau detail-detail seperlunya.
Induktif
Struktur paragraph yang bersifat induktif adalah kebalikan dari pola yang bersifat deduktif. Pola ini tidak dimulai dengan kalimat inti, dimulai dengan menyebutkan hal-hal khusus atau uraian yang merupakan anak tangga untuk mengantarkan pembaca kepada gagasan pokok yang terdapat pada kalimat inti di akhir alenia. Jadi anak-anak tangga itu disusuk untuk mencapai klimaks.
Deduktif dan Induktif
Pola paragraph yang ketiga ini adalah gabungan dari dua pola diatas (1, dan 2). Di sini, pada kalimat pertama (sebagai kalimat inti) gagasan pokok telah dinyatakan; tetapi pada kalimat terakhir, kembali diulang sekali gagasan pokok tersebut.
Deskriptif atau Naratif
Dalam pola ini, gagasan pokok tidak terbatas hanya dalam satu kalimat saja. Inti persoalannya akan didapati pada hampir semua kalimat pada paragraf tersebut. Kita harus membaca seluruh kalimat dalam paragraf itu, baru dapat memahami gagasan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya.


Jenis alinea dapat pula ditentukan berdasarkan cara kita mengembangkan ide dan alat bantu yang digunakan untuk menjaga kesinambungan pengungkapan ide atau keruntunan ide. Jenis alinea tersebut adalah :


a. Alinea definisi
b. Alinea contoh
c. Alinea perbandingan
d. Alinea anlogi
e. Alinea klimaks atau induktif
f. Alinea anti klimaks atau deduktif
g. Alinea campuran
h. Alinea sebab akibat
i. Alinea proses
j. Alinea deskriptif


Berikut ini diberikan contoh untuk setiap alinea.
a. Alinea/Paragraf Definisi
contoh :
Loyalitas pelanggan adalah suatu sikap dan prilaku seseorang untuk tetap bertahan dalam membeli sesuatu pada took yang diyakininya sebagai took yang dapat dipercaya,baik tentang harga maupun tentang kualitas barag.Meskipun banyak took-toko baru yang bermunculan,ia tetap menjadi pelanggan yang setia pada took itu betapapun gencarnya usaha pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan lain,keyakinannya tidak goyah terhadap took yang dilangganiya.
Ide pokok pada alinea atau paragraf ini merupakan suatu definisi yang terdapat pada bagian awal.Jadi, alinea ini merupakan alinea definisi dan juga alinea deduktif.


b. Alinea contoh
contoh :
Perubahan telah terjadi pada industri tradisional.Berbagai jenis peralatan produk baru seperti mesin potong, mesin pres, mesin bor, mesin bubut mesin las kini telah meningkat kapasitasnya dengan berlipat ganda. Kapasitas mesin potong pada industri modern telah banyak meningkat sebanyak ribuan kalilipat selama 1900-an. Hal ini dimungkinkan karena telah ditemukannya logam yang tetap keras meskipun dioprasikan dalam kecepatan sangat tinggi. Disamping itu, telah tercipta pula mesin-mesin peralatan yang sangat kuat untuk mendukung proses tersebut.
Ide pokok pada paragraph diatas dikembangkan dngan menggunakan contoh.ide pokok terdapat pada bagia awal jadi alinea ini juga merupakan alinea deduktif.


c. Alinea perbandingan
Contoh :
Tata cara kehidupan masyarakat primitif berbeda dengan modern. Masyarakat primitive dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari bahan-bahan yang tersedia dilingkungannya tanpa membelinya. Jika barang yang diperlukannya tidak ada dilingkungannya,maka mereka dapat memperolehnya dari masyarakat tetangganya dengan sistem barter (saling menukar barang). Alat-alat yang diperluka untuk memenuhi kebutuhannya juga diperoleh dari lingkungannya, yaitu berupa batu, tanah liat, atau pun dahan pohon yang diolah secara manual. Sedangkan masyarakat modern memperoleh kebutuhannya dengan cara membeli barang atau membayar jasa. Alat-alat yang diperlukan merupakan olahan dari pabrik yang juga harus dibeli untuk memeperolehnya.
Ide pokok pada alinea ini terdapat pada bagian awal. Ide diungkapkan secara perbandingan. Pada contoh diatas, ide yang dibandingkan dengan cara memperoleh barang-barang, alat, dan jasa yang diperlukan dalam kehidupan antara masyarakat primitif dan masyarakat modern.


d. Alinea analogi
Contoh :
Bahasa bukan merupakan tujuan dalam penulisan karangan ilmiah.Bahsa hanya sebagai alat (komunikasi) agar gagasan ilmiah yang diungkapakan dalam karangan tersebut dapat dipahami oleh pembaca dengan baik. Oleh sebab itu,sebelum karangan itu sampai ketangan pembaca,penulis karang tersebut harus memeriksa bahasa yang digunakannya, baik dari segi ketetapan pemilihan kata dan istilah maupun dari segi gramatikal satuan-satuan struktur bahasa, misalnyastuktur satuan kata, frasa klausa, kalimat, dan alinea atau paragrafnda juga pemakaiaan ejaan dan tanda baca secara tepat. Jika terjadi gangguan atau kerusakan pada unsure-unsur bahasa tersebut,besar kemungkinan pembaca tidak dapatmemahami gagasabn ilmiah yang disampaikannya itu dengan baik. Hal ini dapat diibaratkan dengan kendaraan yang digunakan untuk mencapai tujuan perjalanan yang jauh. Sebelum berangakat,orang yang akan bepergian dengan kendaraan tersebut harus memeriksa kondisi kendaraannya, baik yang berkaitan dengan rem, versneling, roda, ban, bensin dan sebagainya.kalau perlu orang itu harus membawa kendaraannya ke bengkel untuk diperiksa agar yang bersangkutan selamat sampai ketempat tujuan.


Ide pokok pada paragraf atau alinea diatas terdapat pada bagian awal. Jadi alinea ini termasuk alinea deduktif. Pengungkapan ide dijelaskan dengan membandingkan ide pokok (bahasa sebagai alat) secara analogi dengan menggunakan hal lain yang sama karakternya dengan bahasa sebagai alat dalam penulisan karangan ilmiah,yaitu kendaraan (mobil) sebagai alat untuk mencapai tempat tujuan dengan selamat.


e. Alinea Klimaks atau Induktif
Contoh :
Pendanaan bank diperoleh dari berbagai sumber,yaitu yang bersumber dari pemilik bank,dari masyarakat penanam modal,dari masyarakat sebagai nasabah.Setiap pihak menyandang dana mempunyai kepentingan dalam ropda kegiatan aliran arus dana.Tidak ada di antara mereka yang mau dirugikandalam kebijakan pelasanaan kegiatan tersebut.Masing-masing mengharapkan keuntungan sesuai dengan ketentuan dan cara-cara yang lazim.Oleh sebab itu,majemen perbankan yang sehat memegang peranan penting dalam pengelolaan dana yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penghimpunan, penyaluran, serta pengendalian dana sehingga tidak ada pihak yang dikecewakan.


Ide pokok pada alinea di atas terdapat pada bagian akhir yang merupakan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan sebelumnya (klimaks). Pengungkapan ide dijelaskan dengan hubungan sebab akibat.


f. Alinea Anti Klimaks atau Deduktif
Contoh :
Masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat adalah masalah keuangan.Produksi barang dan jasa melimpah-limpah ditawarkan kepada masyarakat,sedangkan kemampuan masyarakat untuk membeli dan memperolehnya sangat terbatas.Penghasilan mereka rata-rata jauh lebih rendah daripada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok.Oleh sebab itu,mereka tidak bisa memperoleh semua barang dan jasa yang diperlukan.
Ide pokok pada alinea diatas terdapat pada bagian awal.Jadi alinea ini termasuk alinea deduktif. Ide dikembangkan dengan hubungan sebab-akibat.Kalimat ketiga menyatakan adanya penyebab masalah ekonomi. Kalimat terakhir mengandung ide yang menyatakan akibat dari pernyataan pada kalimat ketiga.Hal ini dipertegas pula oleh adanya ungkapan penghubung oleh sebab itu sebagai penanda adanya hubungan kolerasi secara eksplisit.


g. Alinea Campuran
Contoh :
Koperasi merupakan badan usaha yang mengutamakan kesejahteraan ekonomi anggotanya.Mencari keuntungan besar tidak menjadi tujuan utamanya.Modalnya dikumpulkan dari anggotanya.Kegiatan usahanya juga dilakukan oleh anggotanya.Keuntungan yang diperoleh badab usaha ini juga diperuntukan bagi anggotanya.Oleh sebab itu,bila usaha ini dilakuka dengan baik dan jujur,koperasi ini betul-betul dapat mensejahterakan keadaan ekonoi anggotanya.


Ide pokok alinea terdapat pada kalimat awal dan akhir. Jadi,alinea ini merupakan alinea campuran alinea deduktif dan induktif yang disingkat dengan sebutan alinea camouran. Ide pada kalimat akhir alinea ini merupakan penegasan bterhadap ide yang diungkapkan pada kalimat awal.Jadi,ide pokok pada alinea ini tetap satu. Kaitan ide antarkalimat yang membentuk alinea ii dinyatakan secara eksplisit, yaitu dengan menggunakan akhiran (-nya) yang mengacu pada koperasi sebagai suatu badanusaha.
h. Alinea Sebab Akibat
Lihat contoh (f) di atas.


i. Alinea Proses
Contoh :
Sebagai suatu fungsi penyediaan jasa,akuntansi merupakan sumber informasi keuangan yang bersifat kuantitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan.Sebagai suatu system informasi,petugas akuntansi (akuntan) melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data keuangan perusahaan.Perusahaan harus selalu mengikuti perkembangan data akuntansi sehari-hari.Hari ini perlu dilakukan sbagi pedoman untuk membuat keputusan ekonomis.


j. Alinea Deskriptif
Suatu lembah dikelilingi tebing terjal yang ditumbuhi oleh berbagai jenis pepohonan.beberapa ekor kera bermain sambil berlompatan di antara batang pohon.Di tengah lembah terdapat sebuah sungai yang airnya jernih dan sejuk.Sungai itu tidak terlalu dalam.beberapa orang remaja berjingkrak menyrbrangi sungai sambil bergurau.Di pinggir sungai juga banyak remaja berjalan-jalan dan ada juga yang sedang mengabadikan pemandangan alam yang indah itu dengan kameranya.Sebagian ada yang duduk di bawah naungan pohon yang rindang sambil bercengkrama.Udara di lembah itui sangat sejuk.Sungguh suatu pemandangan yang indah dengan suasana yang menyenangkan.


Ide pada alinea di atas dikembangkan secara deskriptif.Tidak ada salah satu kalimat yang mengandung ide pokok.Walaupun secara eksplisit tidak dinyatakan ide pokoknya pada alinea ini,pembaca alinea ini dapat mengetahui ide pokoknya adalah suatu lokasi pariwisata yang sangat indah yang sering dikunjungi oleh para remaja pada waktu hari libur.Jadi,ide pokok pada alinea deskriptif tetap ada,hanya tidak dinyatakan secara eksplisit.Ide pokok dapat diketahui pembaca dengan cara menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang diungkapkan pada alinea ini.


C. Unsur-unsur alinea


Alinea adalah satu kesatuan ekspresi yang terdiri atas seperangkat kalimat yang dipergunakan oleh pengarang sebagai alat untuk menyatakan dan menyampaikan jalan pikirannya kepada para pembaca.Supaya pikiran tersebut dapat diterima oleh pembaca,alinea harus tersusun secara logis-sistematis.Alat bantu untuk menciptakan susunan logis-sistematis itu adalah unsur-unsur penyusun alinea,seperti transisi (transition),kalimat topik (topic sentence),kalimat pengembang (development sentence),dan kalimat penegas (punch-line).


Keempat unsur penyusun alinea tersebut,terkadang muncul secara bersamaan,terkadang pula hanya sebagian yang muncul dalam sebuah alinea.


1. Alinea yang Memiliki Empat Unsur
Susunan alinea jenis ini terdiri atas :
a. Tarnsisi (berupa kata,kelompok kata,atau kalimat);
b. Kalimat topik;
c. Kalimat pengembang;
d. Kalimat penegas.


2. Alinea yang Memiliki Tiga Unsur
Alinea jenis ini terdiri atas :
a. Transisi (berupa kata,kelompok kata,atau kalimat);
b. Kalimat topik;
c. Kalimaat pengembang.


3. Alinea yang Memiliki Dua Unsur
Alinea jenis ini terdiri atas :
a. Kalimat topik;
b. Kalimat pengembang.


D. Tujuan Pembentukan Alinea


Memudahkan pengertian dan pemahaman dengan menceraikan suatu tema dari tema yang lain. Oleh sebab itu alinea hanya boleh mengan dung suatu tema, bila terdapat dua tema, maka dipecahkan menjadi dua alinea.


Memisahkan dan menegaskan perkataan secara wajar dan formal, untuk memungkinkan kita berhenti lebih lama daripada perhatian pada akhir kalimat. Dengan perhentian yang lrbih lama ini, konsentrasi terhadap tema alinea lebih terarah.


E. Syarat-Syarat Pembentukan Alinea


Seperti halnya kalimat, sebuah alinea juga harus memenuhi syarat tertentu. Alinea yang baik dan efektif harus memenuhi ketiga syarat berikut:


1) Kesatuan, maksudnya semua kalimat yang membina alinea itu secara bersama-sama menyatakan satu hal suatu hal tertentu.
2) Koherensi (kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang lain yang membentuk alinea itu).
3) Perkembangan alinea (perkembangan alinea adalah penyusunan/ perician daripada gagasan-gagasan yang membina alinea-alinea itu).


F. Perkembangan Alinea



Perkembangan dan pengembangan alinea mencakup dua persoalan utama yaitu,
1. Kemampuan merinci secara maksimal gagasan utama alinea ke dalam gagasan-gagasan bawahan.
2. Kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan bawahan ke dalam suatu urutan yang teratur.


Adapun metode pengembangan alinea antara lain :
a. Klimaks Dan Anti Klimaks
Perkembanagn gagasan dalam sebuah alinea dapat disusun dengan mempergunakan dasar klimaks, yaitu gagasan utama yang mula-mula diperinci dengan sebuah gagasan bawahan yang dianggap paling rendah kedudukannya. Berangsur-angsur dengan gagasan lain hingga ke gagasan yang paling tinggi kedudukannya. Dengan kata lain, gagasan-gagasan bawahan disusun dengan sekian macam sehingga tiap gagasan yang berikut lebih tinggi kepentingannya dari gagasan sebelumnya.
Variasi dari klimaks adalah antiklimaks yaitu, penulis memulai dari gagasan yang dianggap paling tinggi kedudukannya kemudian perlahan-lahan menurun melalui gagasan yang lebih rendah dan semakin rendah.


b. Sudut Pandangan
Yang dimaksud sudut pandangan adalah tempat dimana seorang pengarang melihat sesuatu. Tapi, sudut pandang pandangan tidak diartikan sebagai penglihatan atas suatu barang dari atas atau dari bawah. Tetapi, bagaimana kita melihat barang itu dengan mengambil suatu posisi tertentu. Bagaimana seseorang menggambarkan isi sebuah ruang? Pertama-tama ia harus mengambil sebuah posisi tertentu, kemudian secara perlahan-lahan berurutan menggambarkan barang demi barang yang terdapat dalam ruangan tersebut, dimulai dari yang paling dekat berangsur-angsur kebelakang. Sebab itu, urutan ini juga disebut urutan ruang-ruang. Sudut pandangan atau point of view ini mempunya dua pengertian,


1. Sudut pandangan ini mencakup apakah sersoalan yang sedang dibahas dilihat dari sudut pandangan orang pertama (saya, kami, kita) atau orang ke dua (engkau, kamu, saudara) atau juga bentuk tak berorang—bentuk sudut pandangan ini sama sekali tidak ada hubungan dengan dasar pengembangan sebuah alinea. Tetapi, mencangkup konsistensi sudut pandangan dari seluruh uraian.


2. Mencakup pengertian bagaimana pandangan atau anggapan penulis terhadap subjek yang telah digarapnya itu. Sudut pandang ini membuat pengarangnya memilih nada tertentu, kata-kata dan frase tertentu. Membentuk bahan mental menjadi suatu karangan, ia membantu merumuskan meksud penulis dan membatasi pokok yang akan digarapnya.


c. Perbandingan Dan Pertentangan
Yaitu suatu cara dimana pengarang menunjukkan kesamaan / perbedaan antara dua orang bjek atau gagasan dengan bertolak dari segi-segi tertentu. Kita dapat membandingkan misalnya dua tokoh pendidikan, bagaimana politik pendidikan yang dijalankannya dengan memperhatikan pola segi-segi lain untuk menerangkan gagasan sentral itu. Maksudnya untuk sampai kepada suatu penilain yang relatif mengenai ke dua tokoh tersebut. Segi-segi perbandingan dan pertentangan harus disusun sekian macam sehingga kita dapat sampai kepada gagasan sentralnya.


d. Analogi
Bila perbandingan dipertentangan memberi sejumlah ketidaksamaan dan perbedaan antar 2 hal, maka analogi merupakan perbandingan yang sistematis dari 2 hal yang berbeda tetapi dengan memperlihatkan kesamaan segi/ fungsi dari kedua hal tadi sebagai menunjukkan kesamaan-kesamaan antara 2 barang/ hal yang berlainan kelasnya. Bila seorang mengatakan: Awan dari ledakan bom atom itu, membentuk sebuah cendawan raksasa, maka perbandingan antara awan ledakan atom dan cendawan. Merupakan sebuah analogi sebab kedua hal itu sangat bebeda kelasnya, keduali kesamaan bentuknya.


e. Contoh
Sebuah gagasan yang terlalu umum sifatnya, atau generalisasi-generalisasi memerlukan ilustrasi-ilustrasi yang konkret sehingga daapt difahami oleh pmebaca. Untuk ilustrasi terhadap gagasan-gagasan atau pendapat yang umum itu maka sering dipergunakan contoh-contoh yang konkret, yang mengambil tempat dalam sbuah alinea, tetapi harus diingat bahwa sebuah contoh sama sekali tidak berfungsi untuk membuktikan pendapat seseorang. Tetapi dipakai sekedar untuk menjelaskan maksud penulis dan hal ini pengalaman-pengalaman pribadi merupakan bahan yang paling efektif untuk setiap pengarang.


f. Proses
Sebuah dasar lain yang dapat juga dipergunakan untuk menjaga agar perkembangan sebuah alinea dapat disusun secara teratur adalah proses. Proses merupakan suatu urutan dari suatu kejadian/ peristiwa.


Dalam menyusun sebuah proses diperlukan hal-hal sebagai berikut:


- Penulis harus mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh
- Penulis harus membagi proses tersebut atas tahap-tahap kejadiannya, bila tahap-tahap kejadian ini berlangsung dalam waktu-waktu yang berlainan, maka penulis harus memisahkan dan mengurutkannya secara kronologis
- Penulis harus menjelaskan tiap tahap dalam detail yang cukup tegas sehingga pembacaan dapat melihat seluruh proses itu dengan jelas.Sehigga proses itu menyangkut jawaban atas pertanyaan-pertanyaan bagaimana mengerjakan hal itu? Bagaimana bekerjanya? Bagaimana barang itu disusun? Bagaimana hal itu terjadi?.


g. Sebab-Akibat
Perkembangan sebuah alinea dapat juga pula dinyatakan dengan mempergunakan sebab-akibat sebagai dasar, dan hal ini sebab bisa bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai perincian pengembangannya. Tetapi daapt juga dibalik akibat dijadikan gagasan utama sedangkan untuk memahami sepenuhnya akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai perinciaanya.


Persoalannya sebab akibat sebenarnya sangat dekat hubungannya dengan proses, bila proses itu dipecah-pecahkan untuk mencari hubungan antara bagian-bagianya, maka proses itu dapat dinamakan proses kausal/ proses sebab akibat. Sebuah variasi dari sebab akibat ini adalah pemecahan masalah, pemecahan maslah yang bertolak dari hubungan kausal, tetapi tidak berhenti disitu saja, ia masih berjalan lebih lanjut menunjukkan jalan-jalan keluar untuk menjauhkan sebab-sebab tersebut atau menjauhkan akibat yang dihasilkan oleh sebab-sebab.


h. Umum-Khusus Dan Khusus-Umum
Kedua cara ini, yaitu umum-khusus dan khusus-umum cara ini merupakan cara yang paling umum untuk mengembangkan gagasan-gagasan dalam sebuah alinea secara teratu. Dalam hal yang pertama gagasan utamanya di tempatkan pada awal alinwa, serta pengkhususan atau perincian-perincianya terdapat dalam kalimat berikutnya, sebaliknya dalam hal yang kedua mula-muladikemukakan perincianya, kemudian pada akhir alinea generalisasinya. Jadi yang satu bersifat deduktif, sedangkan lainnya bersifat induktif.


Sebuah variasi dalam kedua jenis alinea itu adalah semacam penggabungan. Yaitu pada awal alinea terdapat gagasan utamanya ( jadi bersifat umum-khusus). Tetapi pada akhir alinea gagasan utama tadi diulang sekali lagi ( jadi bersifat khusus-umum ).


i. Klasifikasi
Yang dimaksud dengna klasifikasi adalah sebuah proses untuk mengelompkkan barang-barang yang dianggap mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu. Sebab itu klasifikasi bekerja kedua arah yang berlawanan.yaitu pertama, mempersatukan satuan-satuan kedalam kelompok, dan kedua, memisahkan kesatuan tadi dari kelompok yang lain. Dengan demikian klasifikasi mempunyai persamaan-persamaan tertentu baik dengan pertentangan dan perbandingan maupun dengan umum-khusus dan khusus-umum


j. Definisi luas
Yang dimaksud definisi dalam pembentukan sebuah alinea adalah usaha pengarang untuk memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah istilah atau hal. Disini kita tidak menghadapi hanya satu kalimat ( lihat definisi dalam baggian tentang kalimat), tetapi suatu rangkaian kalimat yag membentuk sebuah alinea. Malahan kadang-kadang untuk memberi pengertian yang bulat tentang pengertian itu, satu alinea dianggap belum cukup, sehingga diperlukan rangkaian dari pada alinea-alinea. Malahan dapat pulan dalam bentuk sebuah buku. Namun prinsip-prinsip definisi tetap sama. Di sini kita lebih sering menghadapi sebuah definisi luas daripada definisi formal biasa, atau definisi dengan menerapkan etimmologi kata atau istilah tersebut.


Cara apapun yang dipergunakan untuk memperoloh kebulatan alinwa, prinsip kesatuan ide, perpaduan ( koherensi ) dan perkembangan yang baik tidak boleh dilanggar begitu saja. Pelanggaran atas prinsip-prinsip tersebut mengakibatkan tergangunya konsentrasi atas ide sentralnya.


k. Perkembangan Dan Kepaduan Antar Alinea
Kesatuan-kesatuan yang kita sebut alinea ini tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu unsur yang kecil dalam sebuah unit yang lebih besar, entah berupa bab maupun untu yang berupa sebuah karangan yang lengkap. Karena alinea merupakan unit yang lebih kecil, maka harus dijaga agar hubungan antara alinwa yang satu dengan alinea yang lain, yang bersama-sama membentuk unit yang lebih besar itu terjalin dengan baik.


Tiap tulisan yang baik selalu akan berlolak dari sebuah tesis karya ilmiah. Tesis itulah yang dikembangkan dalam alinea-alinea yang mempunyai pertaliann yang jelas, baik pertalian dalam perkembangan gagasan maupun perpaduan alinea-alineanya. Karena hubungan yang jelas itulah pembaca dapat mengikuti uraian itu dengan jelas dan mudah.


Seperti halnya dengan alinea, maka perpaduan antara alinea dapat juga dijamin dengan cara-cara seperti yang telah digunakan dalam sebuah alinea yaitu: repitisi yang dinamakan anafora. Anafora adalah perulangan kata yang sama pada kalimat yang berurutan atau dalam hal ini juga pada awal alinea yang berurutan. Disamping kata-kata kunci bisa dipergunakan kata ganti.


sumber :
Ambary, Drs. Abdullah. Tanpa Tahun.Intisari Tatabahasa Indonesia, Untuk SMTP.Bandung : Djatnika Bandung.
Agustin, Risa, S.Pd. 2008. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Surabaya : SERBA JAYA.
Yahya, islachuddin. 2007. Teknik penulisan karangan ilmiah. Surabaya : surya jaya raya.
Tarigan,Djago. 2009. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung : Angkasa.
Nazar,Noerzisri A. 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah. Bandung : Humaniora Utama Press(HUP).